Bukan Hanya Pejabat RI, Trump Juga Yakin Panas Membunuh Corona

Bukan Hanya Pejabat RI, Trump Juga Yakin Panas Membunuh Corona

Danu Damarjati - detikNews
Jumat, 03 Apr 2020 19:24 WIB
Trump, Luhut, dan Tito sama-sama pernah berbicara Corona vs panas sinar matahari. (Repro detikcom)
Foto ilustrasi Trump, Luhut, dan Tito sama-sama pernah berbicara Corona vs panas sinar matahari. (Repro detikcom)
Jakarta -

Berdasarkan pemodelan mengenai penyebaran COVID-19, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan virus Corona tak akan kuat berada di iklim panas dan lembap. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menilai paparan sinar matahari bisa mencegah orang tertular COVID-19. Optimisme seperti ini juga dipunyai oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Trump menyampaikan keyakinan tersebut pada 11 Februari 2020. Saat itu jumlah kematian akibat virus Corona di AS memang belum sebanyak sekarang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga belum menetapkan COVID-19 sebagai pandemi global. Trump yakin penyakit akibat SARS-CoV-2 itu bakal lenyap pada bulan April.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Virus... biasanya akan hilang di April," kata Trump seperti dikutip dari AFP, Selasa (11/2/2020).

"Panas, secara umum, membunuh virus semacam ini," dia menambahkan.

ADVERTISEMENT

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya juga pernah menyiratkan optimisme serupa. Namun Jokowi tidak secara eksplisit mengatakan bahwa COVID-19 bakal kalah oleh panas mentari atau cuaca terik dan lembap khas kemarau Indonesia. Bulan April ini adalah masa pancaroba, pergantian musim hujan ke musim kemarau.

"COVID-19 ini kalau kita lihat dengan musim yang ada sekarang, cuaca juga sangat mempengaruhi perkembangan COVID-19 ini," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Istana Bogor seperti yang disiarkan pada YouTube Setneg, Kamis (2/4) kemarin.

Kemudian ada Luhut Pandjaitan, yang berbicara lebih terang soal prediksi kekalahan Corona dari sengatan mentari dan lembapnya cuaca tropis. Dia berbicara soal ini dalam rapat koordinasi yang disiarkan lewat akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (2/4) kemarin. Luhut mengatakan virus SARS-CoV-2 tidak akan tahan panas dan lembap.

"Dari hasil modelling kita yang ada, cuaca Indonesia, ekuator ini yang panas dan juga humidity (kelembapan) tinggi itu untuk COVID-19 ini nggak kuat," ujar Luhut.

Pada Rabu (17/3), Mendagri Tito Karnavian juga berbicara mengenai tema virus Corona vs panas sinar matahari. Dia mengimbau masyarakat tidak panik menghadapi pandemi ini. Penularan COVID-19 bisa dicegah, antara lain dengan sinar ultraviolet dari sinar matahari.

"Ini bisa diatasi dengan mencegah penularan dan memperkuat daya tahan tubuh, dengan olahraga, terpapar sinar ultraviolet juga bagus, sinar matahari. Kemudian memperkuat daya tahan tubuh dengan makan makanan yang sehat, cuci tangan, memakai hand sanitizer," tutur Tito dalam jumpa pers seusai rapat dengan Gubernur Anies Baswedan di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, kala itu.

WHO: Jangan beri harapan palsu

Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO Mike Ryan mengimbau semua pihak tidak memberi harapan palsu soal COVID-19. Soalnya, belum ada hasil penelitian yang pasti soal virus jenis baru ini.

"Kita harus berasumsi bahwa virus ini akan bisa berlanjut menyebar," kata Mike Ryan di Jenewa, Swiss, 6 Maret 2020, seperti dilansir CNBC.

Dia sedang menanggapi pejabat AS yang mengatakan wabah COVID-19 diprediksi sama seperti virus musiman dan bakal melemah dalam kondisi yang lebih hangat.

"Adalah harapan palsu bila kita mengatakan, 'Ya, virus itu akan lenyap seperti flu'. Kami berharap demikian. Itu akan menjadi anugerah Tuhan. Tapi kita tidak bisa membuat asumsi seperti itu, dan tidak ada buktinya," Ryan.

Belum pasti

Sebenarnya, ada pula yang mengatakan virus ini bakal lenyap dalam kondisi panas dan lembap. Dilansir South China Morning Post, 8 Maret, studi dari Universitas Sun Yat-sen di Guangzhou mengatakan suhu udara (temperatur) bisa mengubah penularan COVID-19 secara signifikan.

"COVID-19 gagal menyebar secara signifikan ke negara-negara tetangga di sebelah selatan China.... Jumlah pasien dan kematian yang dilaporkan di Asia Tenggara jauh lebih sedikit ketimbang yang dilaporkan di kawasan sedang," demikian kata penelitian itu, dilansir Accu Weather.

Penelitian itu dipublikasikan pada Februari. Saat itu memang kasus COVID-19 yang terkonfirmasi di Indonesia memang belum ada. Penelitian itu juga saat itu belum mendapat ulasan sejawat (peer-review) komunitas ilmuwan.

Epidemiologis dari Harverd's TH Chan School of Public Health, yakni Marc Lipsitch, mengatakan mungkin saja tingkat kelembapan mempengaruhi tingkat penularan COVID-19.

"Jawaban singkatnya, apabila kita berharap ada sedikit penurunan penularan SARS-CoV-2 pada cuaca yang lebih hangat dan lebih basar, dan mungkin dengan penutupan sekolah di kawasan dengan iklim sedang di belahan bumi utara. Namun tidak beralasan untuk berharap penurunan ini sudah cukup untuk memperlambat penularan secara signifikan," kata Marc Lipsitch, dilansir situs Harvard TH Chan School of Public Health.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads