Komisi IX DPR menilai pemerintah seharusnya memberikan edukasi ke masyarakat soal bahaya mudik di tengah pandemi virus Corona. Hal itu dinilai lebih penting daripada perdebatan boleh atau tidaknya mudik untuk masyarakat.
"Jadi yang penting sekarang ini adalah bukan mengatur orang mudik atau tidak mudik, itu sebenarnya tidak terlalu urgent saat ini. Yang penting adalah mengatur atau memberikan edukasi tentang bahayanya orang mudik jika dia memang dari zona merah," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena saat dihubungi, Jumat (3/4/2020).
Melki mengatakan pemerintah perlu mengedukasi warga bahayanya mudik karena berpotensi menularkan virus. Apalagi, menurutnya, bagi masyarakat yang berasal dari daerah yang sudah ditetapkan sebagai zona merah penyebaran virus Corona.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mestinya pemerintah memberikan edukasi tentang bahayanya ketika mereka pulang ke kampung. Justru kan sekarang orang harus diberi tahu bahwa, daripada dia pulang ke kampung untuk urusan mudik, malah bisa berpotensi untuk membawa penyakit, apalagi kalau dia dari zona merah," ujarnya.
Menurut Melki, warga yang ingin pulang kampung harus memastikan dirinya negatif Corona melalui pemeriksaan rapid test hingga PCR. Jika taka da hasil pemeriksaan negatif, Melki mengatakan sebaiknya warga tidak mudik untuk menghindari penyebaran virus.
"Kecuali orang yang mau pulang kampung itu sudah mengetes secara benar bahwa dia itu negatif, itu dia pulang tidak ada maslaah. Misal dia negatif, sudah rapid test barang 2-3 kali ya, jangan cuma sekali, dia sudah rapid test 2-3 kali, atau dia sudah tes swab, PCR ya, dan hasilnya itu negatif, orang itu dia mau pulang, tidak bisa kita larang kan. Dia sudah tes kalau itu negative," ujar Melki.
"Tapi orang yang belum tes sama sekali dan memaksakan pulang kampung, itu bahaya. Jadi seharusnya diedukasi. Anda itu tidak perlu bicara mudik (atau) tidak mudik, tapi memastikan bahwa Anda itu bersih, mesti rapid test dulu," imbuhnya.
Istana sebelumnya menyatakan mudik diperbolehkan dengan catatan pemudik harus isolasi mandiri dan berstatus orang dalam pemantauan (ODP). Melki mengatakan diperlukan aturan yang tegas untuk memastikan pemudik yang pulang kampung benar-benar menjalankan isolasi mandiri.
"Semua harus diatur tegas. Ketika mereka pulang kampung itu yang paling penting adalah RT/RW atau lurah atau kepala desa disertai polisi-polisi di level bawah, di desa/kelurahan, bersama Babinsa, mereka harus memastikan bahwa yang pulang itu betul-betul harus di karantina mandiri dan disertai dengan penegakan hukum," tutur Melki.
"Jadi sekarang ini nggak bisa lagi imbauan. Harus ada semacam aturan main yang bersifat baku. Orang itu harus mengalami karantina mandiri seperti apa, bagi yang melanggar, atau orang yang membantu mereka melanggar di kampung itu harus dihukum. Jadi orang itu takut, atau orang menjadi dan terpaksa menjalankan," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pihak Istana Kepresidenan mengatakan warga diperbolehkan mudik pada Lebaran Idul Fitri tahun ini. Namun, Istana meminta para pemudik itu melakukan isolasi mandiri selama 14 hari.
"Mudik boleh tapi berstatus orang dalam pemantauan. Presiden Joko Widodo menegaskan tidak ada larangan resmi bagi pemudik Lebaran Idul Fitri 2020 M/1441 H. Namun, pemudik wajib isolasi mandiri selama 14 hari dan berstatus orang dalam pemantauan (ODP) sesuai protokol kesehatan (WHO) yang diawasi oleh pemerintah daerah masing-masing," kata juru bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman, dalam keterangan tertulis, Kamis (2/4).
Mensesneg Pratikno meluruskan pernyataan Fadjroel Rachman soal diperbolehkannya warga mudik pada Lebaran Idul Fitri tahun ini. Pratikno menegaskan pemerintah mengajak masyarakat untuk tak mudik.
"Yang benar adalah pemerintah mengajak dan berupaya keras agar masyarakat tidak perlu mudik," kata Pratikno.