Penjelasan soal Darurat Sipil yang Akan Diambil Jokowi untuk Lawan Corona

Penjelasan soal Darurat Sipil yang Akan Diambil Jokowi untuk Lawan Corona

Danu Damarjati - detikNews
Senin, 30 Mar 2020 15:23 WIB
Presiden Jokowi menggelar konferensi pers di Istana Bogor mengenai penanganan virus corona Covid-19.
Presiden Jokowi (Pool/Biro Pers Setpres/Muclis Jr)
Jakarta -

Merespons perkembangan situasi pandemi virus Corona di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan saat ini perlu kebijakan darurat sipil. Berikut ini penjelasan mengenai darurat sipil.

"Sehingga tadi juga sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," kata Presiden Jokowi dalam rapat terbatas laporan Gugus Tugas COVID-19, disiarkan lewat akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (30/3/2020).

Latar belakang kebijakan penetapan darurat sipil saat ini adalah Jokowi menilai pembatasan kebijakan sosial sudah perlu diterapkan dalam skala besar. Physical distancing atau jaga jarak fisik harus diterapkan secara tegas, disiplin, dan efektif. Semua itu untuk mencegah penyebaran COVID-19.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lewat akun Twitter-nya yang bercentang biru, juru bicara Presiden RI, Fadjroel Rachman, menjelaskan, keadaan darurat sipil hanya akan ditetapkan Jokowi bila keadaan menjadi lebih buruk.

"Presiden @jokowi menetapkan tahapan baru perang melawan Covid-19 yaitu: PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR dengan KEKARANTINAAN KESEHATAN. Hanya jika keadaan sangat memburuk dapat menuju Darurat Sipil," demikian cuit Fadjroel pukul 13.51 WIB.

ADVERTISEMENT

Darurat Sipil Adalah Keadaan Bahaya

Darurat sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Perppu tersebut mencabut Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957. Perppu ini ditandatangani oleh Presiden Sukarno pada 16 Desember 1959.

Jokowi: Pembatasan Sosial Berskala Besar Akan Lebih Tegas!:

Dalam Perppu tersebut dijelaskan 'keadaan darurat sipil' adalah keadaan bahaya yang ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang untuk seluruh atau sebagian wilayah negara. Berikut ini bunyi pasal dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1953 ini.

Pasal 1

(1) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila :

1. keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;

2. timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;

3. hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

Dalam Pasal 3 ditegaskan bahwa penguasa keadaan darurat sipil adalah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat.

Dalam keadaan darurat sipil, presiden dibantu suatu badan yang terdiri atas:

1. Menteri Pertama;
2. Menteri Keamanan/Pertahanan;
3. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
4. Menteri Luar Negeri;
5. Kepala Staf Angkatan Darat;
6. Kepala Staf Angkatan Laut;
7. Kepala Staf Angkatan Udara;
8. Kepala Kepolisian Negara.

Namun presiden dapat mengangkat pejabat lain bila perlu. Presiden juga bisa menentukan susunan yang berlainan dengan yang tertera di atas bila dinilai perlu.

Di level daerah, penguasaan keadaan darurat sipil dipegang oleh kepala daerah serendah-rendahnya adalah kepala daerah tingkat II (bupati/wali kota). Kepala daerah tersebut dibantu oleh komandan militer tertinggi dari daerah yang bersangkutan, kepala polisi dari daerah yang bersangkutan, dan seorang pengawas/kepala kejaksaan daerah yang bersangkutan.

Dalam Pasal 7 Perppu tersebut dijelaskan, penguasa darurat sipil daerah harus mengikuti arahan penguasa darurat sipil pusat, atau dalam kondisi darurat COVID-19 ini adalah Presiden Jokowi. Presiden dapat mencabut kekuasaan dari penguasa darurat sipil daerah.

Penghapusan keadaan bahaya (baik darurat sipil maupun darurat militer) dilakukan oleh presiden/panglima tertinggi angkatan perang. Namun kepala daerah dapat terus memberlakukan keadaan darurat sipil maksimal empat bulan setelah penghapusan keadaan darurat sipil oleh pusat.

"Peraturan-peraturan Penguasa Darurat Sipil berlaku mulai saat pengundangannya, kecuali apabila ditentukan waktu yang lain untuk itu. Pengumuman yang seluas-luasnya dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh Penguasa Darurat Sipil," demikian bunyi Pasal 9 ayat (1) Perppu Nomor 23 Tahun 1959 itu.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads