Pemerintah mulai mengkaji metode pemeriksaan rapid test untuk mendeteksi secara cepat virus Corona di tubuh manusia. Rapid test akan dilakukan dengan pengambilan sampel darah pasien positif Corona.
"Kami tadi rapat untuk mulai melakukan kajian terkait dengan rapid test seperti yang dilaksanakan di negara lain, perlu dipahami rapid test ini memiliki cara yang berbeda dengan cara yang selama ini kami gunakan," ujar juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, di Kantor BNPB, Jakarta, Rabu (18/3/2020).
"Karena tes akan menggunakan spesimen darah tak menggunakan apusan tenggorokan, tapi menggunakan serum darah yang diambil dari darah," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan metode itu, kata Yuri, keuntungannya ialah dalam proses pemeriksaan tidak membutuhkan saran laboratorium pad abio security level dua. Artinya, lanjut dia, pemeriksaan bisa digunakan di hampir semua laboratorium kesehatan yang ada di semua rumah sakit di seluruh Indonesia.
"Hanya masalahnya bahwa yang diperiksa immunoglobulin-nya maka kita butuh reaksi immunoglobulin dari seseorang yang terinfeksi paling tidak seminggu karena kalau belum seminggu terinfeksi atau terinfeksi kurang dari seminggu pembacaan immunoglobulin-nya akan menampilkan gambaran negatif," kata Yuri.
Yuri melanjutkan, dalam hal ini, metode ini perlu dilakukan secara beriringan dengan kebijakan isolasi secara mandiri di rumah. Sebab, Yuri memaparkan, pada kasus positif Corona dengan rapid test atau gejala yang minimal, indikasinya harus dilakukan isolasi diri di rumah dengan monitoring dari puskesmas.
"Karena itu, tanpa kesiapan untuk memahami dan mampu melaksanakan isolasi diri maka kasus positif akan berbondong-bondong ke rumah sakit, padahal belum tentu membutuhkan layanan rawatan rumah sakit," jelasnya.
"Kita harus memaknai kasus positif dari pemeriksaan rapid ini dimaknai bahwa yang bersangkutan memiliki potensi untuk menularkan penyakitnya pada orang lain. Maka, itu paling penting bagaimana melakukan isolasi diri. Petunjuk pedoman sudah kita buat, tahapan ini perlu sosialisasi. Kami harap masyarakat semakin tenang, semakin memahami apa yang harus dilakukan dalam penanganan ini," kata Yuri.
WHO Anjurkan Hindari Ibuprofen untuk Obati Gejala Corona: