Polda Metro Jaya menangkap JR, AK, GTB, WK, MH, dan AST terkait kepemilikan 24 pucuk senjata api ilegal beserta 12 ribu peluru berbagai kaliber. Senpi tersebut disimpan dan dijual oleh para tersangka secara tidak sah.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana Sudjana mengatakan pengungkapan kasus kepemilikan senpi ilegal ini berawal dari kejadian penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka AK dan JR pada 29 Januari 2020. Saat itu, AK dan JR berselisih dengan korban bernama DH terkait jual beli mobil Porsche.
"Kemudian perselisihan berlanjut penganiayaan terhadap saudara DH. Dia (AK dan JR) kemudian menggunakan senjata dan ditembak ke samping telinga DH dan kepukul dengan senjata tersebut," kata Nana kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (18/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nana mengatakan akhirnya pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan mengamankan AK dan JR pada Januari 2020. Penangkapan keduanya lalu berlanjut kepada penangkapan GTB sebagai pemasok senjata api ilegal tersebut.
"Dia beli dari bernama GTB, membeli dari seseorang bernama GTB, sekitar 19 Februari 2020, GTB ditangkap dan kemudian kami lakukan penggeledahan di kosambi Cengkareng Jakbar. Di sini ditemukan 5 senpi, kemudian 3 senjata api mimis atau senjata angin," ucapnya.
Simak video TNI-Polri Buru Pelaku KKB di Papua:
Nana menyebut penangkapan GTB lalu mengarah kepada tiga tersangka pemilik senjata api lainnya yakni WK, MH dan AST. Dia mengatakan dari seluruh tersangka didapatkan total 24 senjata api ilegal beserta 12 ribu peluru.
"Jadi yang senjata keseluruhan yang kita amankan sekitar 24 senjata api dengan peluru ini dari beberapa orang ini ada sekitar 12 ribu peluru," ujar Nana.
Para tersangka saat ini sudah ditahan di Polda Metro Jaya. Atas perbuatannya mereka disangkakan pasal 1 ayat 1 UU darurat nomor 12 tahun 1951 kemudian pasal 172 ayat 2 KUHP, pasal 368 KUHP, pasal 33 ayat 2 KUHP, dan pasal 335 ayat 1 KUHP atas kepemilikan dan penjualan senjata api ilegal.
"Jadi UU darurat yang akan kita sangkakan, tadi UU darurat anacaman hukuman 20 tahun penjara," sebut Nana.