Sebelum Datang Corona, 3 Wabah Ini Pernah Mendera Jawa Seabad Lalu

Sebelum Datang Corona, 3 Wabah Ini Pernah Mendera Jawa Seabad Lalu

Pradito Rida Pertana - detikNews
Senin, 16 Mar 2020 18:16 WIB
Sri Margana, sejarawan UGM, verifikator Keris Kiai Naga Siluman. (Dok Pribadi Sri Margana)
Sri Margana. (Foto: Dok. Pribadi)
Yogyakarta -

Pandemi Corona atau COVID-19 ternyata bukan wabah pertama yang menewaskan banyak orang. Seabad yang lalu, wabah cacar, pes hingga malaria pernah menyerang Indonesia, khususnya pulau Jawa.

Sejarawan UGM, Sri Margana memaparkan bahwa wabah yang terjadi seabad yang lalu adalah wabah besar. Menurutnya, wabah pes menjadi wabah yang memakan korban sangat banyak saat itu.

"Kalau yang pernah membawa korban sangat banyak ya penyakit pes. Wabah pes itu yang pernah banyak menelan korban warga Hindia Belanda (nama Indonesia di masa penjajahan) dan juga telah merubah kebijakan kolonial tentang kesehatan," ujarnya saat dihubungi detikcom, Senin (16/3/2020).


Margana menyebut wabah tersebut terjadi pada pertengahan dekade 1920. Namun, atas peran besar dr Cipto Mangunkusumo akhirnya wabah tersebut berhasil diberantas. Terlepas dari hal tersebut, Margana mengungkapkan ada beberapa wabah yang terjadi di pulau Jawa.

"Kalau yang terbesar itu (wabah pes), kalau wabah lain itu biasanya yang menjadi perhatian pemerintah kolonial, kalau tipikal Indonesia itu malaria dan cacar. Dua wabah itu juga pernah terjadi di Jawa," ujar Margana.

Dia menjelaskan, kedua wabah itu muncul saat penduduk Eropa mulai menduduki wilayah-wilayah perkebunan di Indonesia. Mengingat saat itu Pemerintah kolonial berniat memperkuat sektor perkebunan.

"(Wabah) cacar itu sekitar tahun 1920, itu ketika penduduk Eropa mulai menduduki di wilayah perkebunan. Jadi perhatian kolonial terhadap penyakit seperti itu terjadi setelah perluasan perkebunan kolonial termasuk pes ini," katanya.

Wabah cacar itu terjadi di seluruh Jawa akibat perubahan lingkungan yang drastis, perubahan lingkungan ekologi yang drastis karena perluasan-perluasan industri perkebunan di wilayah pedesaan dan juga tentu munculnya pemukiman-pemukiman kumuh di perkotaan.

Selain itu, terjadi pencemaran lingkungan yang semakin besar akibat meningkatnya jumlah penduduk di kota pada saat itu.

"Di situ kan penduduk Eropa banyak yang tinggal di pedesaan dan perkebunan tempat wabah-wabah itu berkembang. Sebetulnya, perhatian pemerintah kolonial awalnya itu lebih concern ke penduduk Eropa, karena mereka tidak mau tertular, terjangkit wabah itu," ucap Margana.


Namun, pemerintah kolonial tidak mampu memberantas wabah hanya dengan memperhatikan penduduk Eropa saja. Karena itu, pemerintah kolonial melakukan pemberantasan dengan memberi imunisasi dan vaksin terhadap semua penduduk, khususnya pribumi.

"Akhirnya pemerintah kolonial punya perhatian yang lebih luas lagi terhadap kesehatan di bumi putera (pribumi). Penduduk bumi putera pun harus mulai melakukan imunisasi, vaksinasi terhadap berbagai penyakit tertentu," ucapnya.

"Akhirnya wabah itu makin menurun setelah pemerintah lakukan vaksinasi kepada penduduk. Karena saat terjadi cacar pada zaman Hindia Belanda semua divaksin, dari kakek dan anak-anak divaksin," imbuh Margana.
Terlepas dari hal tersebut, Margana menambahkan bahwa ada cara unik dari pemerintah kolonial untuk memberantas wabah malaria. Cara tersebut adalah dengan menyebar ikan-ikan kecil di persawahan dan genangan air untuk memberantas jentik nyamuk.

"Itulah kenapa sekarang di desa-desa, di sawah-sawah banyak sekali ada ikan cethul. Ikan cethul itu dulu itu dulu bukan asli Indonesia, ikan cethul itu dibawa dari luar (negeri), impor luar negeri," ucapnya.


"Karena dulu disinyalir wabah-wabah, nyamuk-nyamuk itu bertelur di sawah-sawah yang banyak tergenang air, sehingga di daerah itu disebari ikan-ikan kecil yang bisa makan jentik nyamuk. Jadi mungkin orang banyak yang tidak tahu kalau ikan cethul itu untuk itu (memberantas jentik nyamuk)," imbuh Margana.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads