Supaya masyarakat tidak lengah terhadap penyebaran virus Corona, maka masyarakat perlu tahu daerah mana saja yang menjadi lokasi yang terpapar virus itu. Pimpinan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyarankan agar pemerintah membuka informasi terhadap klaster dan daerah COVID-19 yang ada di seluruh Indonesia.
"Penyampaian informasi terkait lokasi itu perlu," kata Wakil Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Mohammad Adib Khumaidi, kepada wartawan, Jumat (13/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adib mengambil contoh dari kasus pertama. Nama pasien hingga alamat pasien positif COVID-19 tidak perlu diumumkan ke publik. Namun, lokasi terjadinya penularan dan potensi penularan COVID-19 tetap perlu diumumkan, meski demikian hak perlindungan identitas pasien harus tetap dijaga. Selanjutnya, klastering (pengelompokan) kasus penularan COVID-19 perlu dilakukan.
"Klastering ini perlu, karena ini berkaitan dengan surveilans epidemiologi (pengamatan secara terus menerus terhadap wabah)," kata dia.
Tujuan klasterisasi agar petugas surveilans bisa melakukan pelacakan. Tujuan klasterisasi ini juga agar penularan COVID-19 tidak semakin meluas.
Negara-negara lain sudah mengumumkan daerah persebaran Corona. Misalnya, Italia menyebut daerah Lombardia dan Korea Selatan menyebut Daegu dan Gyeongsang Utara sebagai daerah dengan kasus Corona terbanyak.
"Memang harus dilakukan seperti itu supaya ada klastering pengetahuan wilayah. Banyak negara sudah melakukan seperti itu," kata Adib.
Corona Meluas, WHO Imbau Kurangi Pemakaian Uang Kertas:
Adib memahami, pengumuman kawasan yang terdampak Corona bakal berdampak ke masalah sosial, politik, hingga ekonomi. Itu semua perlu ikut diperhitungkan supaya masyarakat tidak panik.
"Tapi itu semua jangan sampai mengurangi kewaspadaan kita terhadap COVID-19," kata Adib.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 155 tentang Kesehatan mengamanatkan agar pemerintah daerah menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit menular.