Ditemui detikcom di rumahnya Jalan Upajiwa Gang 3 nomor 7, Mbah Hawati menuturkan, saat itu ia sedang istirahat dan menunaikan salat zuhur. Namun turun dari masjid, ia kaget karena uang yang ditaruh dilacinya telah raib.
"Saya jualannya mulai pukul 09.00 WIB sampai 16.30 WIB. Siangnya itu biasanya saya selalu istirahat dan sembahyang di masjid. Itu pas hari Selasa (10/3)," tutur Mbah Hawati, Kamis (13/3/2020).
"Pas tak lihat di sorokan (laci) rombong (gerobak) kok gak ada. Kaget tak pikir jatuh. Tapi kan di dalam," tambahnya.
Meski begitu, Mbah Hawati tetap tenang dan tidak panik. Menurutnya saat itu, ia memang melihat beberapa orang sedang leseh-leseh di beranda masjid. Tapi ia tidak berani menuduh.
"Ada orang di sekitar masjid leseh-leseh tiduran. Saya ngga berani nuduh. Cuma saya nyemoni (omong) 'di masjid kok ono maling rek'," ujar Mbah Hawati.
Omongan itu, kata Mbah Hawati, rupanya tidak ditanggapi oleh orang-orang yang sedang lesehan di masjid. Dan ia kemudian memilih pulang.
Bagi orang lain uang Rp 45 ribu mungkin kecil. Namun bagi Mbah Hawati uang sebesar itu sangat berarti. Sebab sekali berdagang keuntungan berkisar Rp 45 sampai Rp 50 ribu.
"Ya itu besar buat saya nak. Saya kalau jualan untungnya Rp 50 ribu. Itu kalau gorengannya habis," tukas nenek asal Sampang itu.
"Ini kebetulan saya lagi tidak jualan, libur. Lagi capek," imbuhnya.
Menurut Mbah Hawati, ia biasanya jualan gorengan keliling dengan gerobaknya di daerah Ngagel dan Dinoyo. Sedangkan gorengan yang dijual merupakan milik tetangganya yang dititipkannya.
"Gorengan, ya kacang, kerupuk ini milik orang titip sama saya jual Rp 800 saya jual Rp 1000. Saya cuma ambil untung Rp 200," tandas Mbah Hawati. (iwd/iwd)