Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menggunakan pertunjukkan wayang kulit sebagai medium Sosialisasi Empat Pilar MPR di Desa Gringgingsari, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid hadir pada Acara yang berlangsung pada Rabu (11/3/2020) malam.
"Tidak terpikir dalam hidup saya naik gunung untuk melakukan sosialisasi Empat Pilar MPR. Ternyata Kabupaten Batang ada di pegunungan," kata Jazilul di desa yang menjadi salah satu tujuan wisata religi itu. Pentas wayang kulit yang dipandu dalang Ki Mangun Yuwono membawakan lakon "Semar Mbangun Khayangan".
Jazilul mengungkapkan empat pilar penyangga persatuan Indonesia, yaitu Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika membuat kondisi sosial politik Indonesia tetap adem ayem, tidak bergejolak seperti yang terjadi di negara-negara Timur Tengah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pancasila, sebut Faizul, menjadi penopang utama keutuhan bangsa Indonesia. Selanjutnya, UUD NRI Tahun 1945 berperan sebagai landasan konstitusi. Pilar lainnya, yaitu keutuhan NKRI yang terbentang dari dari Aceh hingga Merauke, dan selanjutnya prinsip Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu. Dengan berbagai suku bangsa dan budaya, masyarakat Indonesia bisa tetap rukun.
Memahami kayanya keragaman budaya Indonesia, Jazilul mengatakan MPR ingin mendekati masyarakat dengan menghidupkan budaya. Seperti pertunjukkan wayang kulit di Desa Gringgisari.
"Sosialisasi Empat Pilar MPR ini menggunakan media budaya khususnya wayang kulit karena salah satu cara untuk masuk ke hati masyarakat antara lain menggunakan media seni budaya masyarakat setempat," lanjut dia.
Selain wayang kulit, warisan budaya lainnya yang hidup di Desa Gringgingsari adalah Tari Kuntul. Tarian yang juga dikenal tari perjuangan tersebut, sebenarnya merupakan bagian dari seni pencak silat. Tari Kuntul digunakan pasukan Pangeran Diponegoro untuk menyiapkan jurus melawan penjajah.
"Tari Kuntul ini perlu dilestarikan. Ini salah satu cara menumbuhkan rasa memiliki dan bangga masyarakat pada budayanya," tuturnya.
Menurut Jazilul, sosialisasi Empat Pilar MPR melalui metode pagelaran seni budaya cukup efektif karena bisa menyampaikan pesan-pesan Empat Pilar kepada masyarakat dengan cara yang menyenangkan.
"Saya yakin dengan metode ini akan lebih efektif dan bisa menggairahkan penggiat budaya. Kalau seni budaya tidak sering dipentaskan seni budaya itu bisa punah. Sama seperti wayang. Kalau tidak digunakan sebagai media penyampai pesan lama-lama bisa punah diganti dengan media lain," katanya.
Sementara itu, Kepala Biro Humas MPR RI Siti Fauziah mengungkapkan, pentas wayang kulit sudah tidak pernah diselenggarakan di Desa Gringgingsari sejak 30 tahun lalu. Oleh sebab itu, masyarakat desa antusias menyaksikan pementasan Rabu malam itu.
"Saya lihat penonton sangat banyak karena sudah kangen dengan pagelaran wayang kulit," katanya.
Dalam pagelaran ini MPR turut bekerjasama dengan Gerakan Remaja Mandiri (Geram) Desa Gringgingsari. Di samping menyampaikan pesan empat pilar, MPR ingin mengangkat potensi wisata di daerah tersebut, salah satunya Curug Kanoman.
Pagelaran wayang di Desa Gringgisari juga dihadiri anggota MPR dari Fraksi PKB Bisry Romly dan Mohammad Toha, anggota DPRD Batang Bebeng Ahyani, Camat Wonotunggal Himawan, Danramil Wonotunggal, Kapolsek Wonotunggal, juga Kepala Desa Gringgingsari Sigit Pranoto.
(ega/ega)