International Trade Union Confederation Asia Pasific (ITUC-AP) bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mendesak pemerintah mencabut draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker). Menurut mereka RUU itu dapat mengurangi kesejahteraan buruh secara signifikan.
"Sesuai RUU yang ada saat ini, analisis kami menunjukkan bahwa RUU Omnibus Cipta Kerja akan mengarah pada fleksibilitas yang lebih besar dan mengurangi kesejahteraan buruh pekerja secara signifikan," kata Sekretaris Jenderal ITUC-AP Shoya Yoshida dalam konferensi pers di Sari Pasific Hotel, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (10/3/2020).
Shoya mengatakan Omnibus Law dapat melemahkan acuan upah minimum tingkat kabupaten/kota sehingga hanya mengacu pada upah minimum provinsi. Kemudian RUU ini dinilai cenderung mempermudah perusahaan melakukan pemecatan buruh karena pembayaran pesangon akan dihapuskan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini akan mempermudah perekrutan dan pemecatan buruh pekerja bagi pengusaha, dan pada saat yang sama merampas kesejahteraan yang signifikan dari buruh pekerja. Misalnya buruh pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu tidak akan lagi mendapatkan manfaat dari uang pesangon," ujar Shoya.
Selain itu Omnibus Law juga dapat menghapus batasan outsourcing. Hal ini akan mengancam buruh hak buruh mendapatkan jaminan kerja seperti asuransi kesehatan dan pensiun.
"Jika perubahan yang diusulkan disahkan, maka tidak akan ada lagi hambatan bagi pengusaha untuk melakukan outsourcing di semua kegiatan usaha mereka, yang menjadikan buruh pekerja tidak memiliki keamanan kerja seperti buruh pekerja bekerja dengan dasar per jam dan seterusnya. Akibatnya, banyak pekerja tidak akan terlindungi dari skema perlindungan asuransi kesehatan dan pensiun," ucap Shoya.
Lebih lanjut, Shoya menegaskan agar draf RUU Omnibus Law Ciptaker ditarik kembali. Kemudian pemerintah melakukan dialog bersama-sama dengan perwakilan serikat buruh dan pengusaha terkait RUU itu.
"Oleh karena itu, ITUC-AP mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mencabut RUU Omnibus yang diusulkan dan menyerukan konsultasi terbuka dan konstruktif dengan mitra sosial dalam menyusun RUU yang diusulkan tersebut," kata Shoya.
Sementara itu, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban menyebut usai DPR melakukan reses serikat buruh akan melakukan aksi besar pada 23 Maret 2020. Dia menegaskan KSBSI merupakan pendukung Jokowi, namun dia tetap akan mengkritik kebijakan Omnibus Law karena tidak sesuai dengan kesejahteraan buruh.
"Untuk teman-teman ketahui, kami ini pendukung Jokowi dua periode, tetapi bukan berarti kalau kita mendukung beliau tidak boleh mengkritik kita harus kritik kebijakan yang dibuat tidak pro dengan kita," ujar Elly.
Simak Juga Video "Serikat Buruh Internasional Ikut Tolak Omnibus Law Cipta Kerja"