Mahfud Md: Hadapi China di Natuna Tak Pakai Pendekatan Perang

Mahfud Md: Hadapi China di Natuna Tak Pakai Pendekatan Perang

Rolando Fransiscus Sihombing - detikNews
Rabu, 11 Mar 2020 12:12 WIB
Menko Polhukam, Mahfud Md
Menko Polhukam Mahfud Md (Rolando/detikcom)
Jakarta -

Menko Polhukam Mahfud Md mengungkapkan tak ada permasalahan antara Indonesia dan China di perbatasan. Namun dia menyebut China mengklaim soal hak di Laut China Selatan atau Natuna.

Hal itu disampaikan oleh Mahfud saat memberikan arahan dalam rapat koordinasi pengamanan perbatasan negara di Hotel Pull Man, Jalan S Parman, Jakarta Barat, Rabu (11/3/2020). Turut hadir Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, pimpinan daerah yang berbatasan dengan negara tetangga, serta perwakilan Polri dan TNI.

"Dengan China sebenarnya kita tidak punya permasalahan perbatasan karena tidak ada di batas 10 permasalahan darat yang tadi disebutkan, dengan Malaysia saja kita punya, dengan Timor Timur kita punya. Tapi China mempunyai klaim sendiri yang bertentangan dengan hukum internasional, dengan UNCLOS 1982 di mana mereka mengatakan memiliki hak tradisional Laut China Selatan atau Laut Natuna menurut mereka, katanya sejak dulu nenek moyang mereka telah mengambil ikan berlayar ke daerah Natuna sehingga sampai sekarang mau masuk," kata Mahfud.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Padahal sudah ditetapkan oleh UNCLOS itu bukan daerah China, yang sekarang dimasuki itu yang sebenarnya berdasarkan hukum internasional itu milik Indonesia, atau ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia," sambungnnya.

Mahfud mengatakan beda menghadapi China di Laut Natuna dengan separatisme di Papua. Menurut Mahfud, menghadapi separatisme di Papua dapat dimenangkan dengan mudah.

ADVERTISEMENT

"Beda misalnya menghadapi situasi itu dengan separatis di dalam, saya sering mengatakan itu menghadapi separatis itu misalnya Papua atau apapun yang separatisme dari dalam itu kalau dari hitung-hitungan kekuatan militer dari hitung-hitungan kekuatan aparat keamanan kita, itu kita gampang menang hitung-hitungannya ya," ujar Mahfud.

Kekuatan separatisme di Papua, lanjut Mahfud, hanya didukung dan dilakukan oleh sekitar ratusan orang. Sementara kekuatan personel aparat Indonesia ratusan ribu, dengan itu dia menilai mudah menyelesaikan separatisme.

"Berapa kekuatan separatis misalnya di Papua taruhlah kemarin dihitung kira-kira 270 orang sekian ya misalkan kita punya ratusan ribu personel dan kita bisa terbuka secara konstitusi tidak sembunyi-sembunyi untuk menyelesaikan itu gampang," ucapnya.

Atas hal itu, Mahfud mengatakan pemerintah tak memilih pendekatan kekerasan di Papua untuk menumpas separatisme. Mahfud menyebut pemerintah melakukan pendekatan kesejahteraan.

"Oleh sebab itu, di Papua itu meskipun kita sangat-sangat mampu dan bisa meyakinkan bahwa mampu selesai dalam sekian hari dihitung kekuatannya sekian, dari sudut itu atau setiap bulan habis, tapi kita tidak memilih pendekatan itu kita sudah bersepakat memilih pendekatan lain yaitu pendekatan kesejahteraan," sebut Mahfud.

Berbeda dengan Papua, Mahfud mengatakan secara kekuatan lebih unggul China dari pada Indonesia di Laut Natuna. Oleh sebab itu, saat menghadapi China, pemerintah lebih memilihi menghalau atau mengusir kapal China di Laut Natuna.

"Beda dengan Laut Natuna, menghadapi China ya harus terus terang aja lebih kuat China. Oleh sebab itu, kita tidak pendekatannya perang di dalam mempertahankan itu. Kita mempertahankan wilayah dan menghalau, mengusir, masuk usir, masuk usir. Oleh sebab itu, tidak menggunakan tentara karena kita tidak dalam situasi perang," imbuhnya.

(rfs/idn)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads