Pemerintah dinilai terlalu percaya diri soal omnibus law RUU Cipta Kerja karena kekuatan politik sudah sangat dominan. Namun, pemerintah melupakan demo penolakan besar-besaran soal RUU KPK-RUU KUHP. Suara masyarakat wajib didengar.
"Kalau soal omnibus law, menurut saya ada bahaya bahwa pemerintah akan terlalu percaya diri karena kekuatan politik sudah sangat dominan. Maka ibaratnya hari ini mau ketok palu juga bisa terjadi," kata Direktur Ekskutif Indobarometer Muhammad Qodari dalam diskusi 'Jokowi Awal Periode Kedua' di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (28/2/2020).
Pemerintah diminta agar lebih hati-hati mengelola proses legislasi. Pemerintah Jokowi dinilai punya pengalaman pahit di ujung pemerintahan jilid pertama. Dengan sangat yakinnya, RKUHP bisa disahkan. Namun yang terjadi menuai reaksi dan demo berjilid-jilid.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi pemerintah pusat harus ada managemen UU. Jangan sampe semua UU kontroversial yang besar-besar itu ditumpuk di saat bersamaan. Itu sama dengan mengumpulkan demonstran di seluruh Republik Indonesia. Artinya membuka front yang selebar-lebarnya. UU KPK isu yang sensitif. Relasinya dengan banyak orang itu kuat. Itu UU yang bisa buat orang turun di jalan," kata Qodari.
Tonton juga Menkominfo Tak Ingin Asal Take Down Disinformasi 'Omnibus Law' :
"Jadi UU KUHP itu UU yang sudah 50 tahun nggak selesai-selesai dibahas. Itu mengindikasikan ini susah sekali. rumit untuk dikerjakan. Bukan hanya secara redaksional katakanlah begiu. Tapi terutama implikasi sosialnya karena banyak aturan dalam uu itu membelah kita secara ideologis. Kemudian mengatur ujung kaki sampai ujung kepala. Ketika dia ujung kaki sampai ujung kepala maka itu yang saya sebut tadi, kita sama denga membuat front dengan seluruh kelompok yang ada di masyarakat," papar Qodari.
Untuk mencegahnya, menurut Qodari, maka sosialisasi RUU sangat penting. Suara masyarakat harus didengarkan. Dia meminta pemerintah jangan sampai salah antisipasi.
"Dan menurut saya omnibus law, makin ke sini nih makin terkonsolidasi. Khususnya kalangan buruh yang bisa turun ke lapangan dan menimbulkan problem-problem sosial di lapangan," pungkas Qodari.