Surat edaran Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya soal kawasan bebas kucing viral di media sosial (medsos). Sebuah penelitian pernah mengungkap soal risiko berinteraksi dengan kucing.
Untuk diketahui, kucing merupakan inang definitif (perantara) parasit Toxoplama gondii. Toxoplama gondii sendiri merupakan penyebab dari penyakit infeksi zoonosis Toksoplasmosis. Penyakit ini merupakan jenis penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang bisa membuat tubuh penderitanya mengalami demam hingga radang tenggorokan.
Prayuani Dwi Agustin dan J Mukono dari Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya pernah meneliti peran kucing sebagai perantara penyakit toksoplasmosis ini. Hasil penelitian ini dituangkan dalam jurnal berjudul 'Gambaran Keterpaparan Terhadap Kucing Dengan Kejadian Toksoplasmosis pada Pemelihara dan Bukan Pemelihara Kucing di Kecamatan Mulyorejo, Surabaya'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian dilakukan terhadap 25 responden pemelihara kucing dan 25 responden bukan pemelihara kucing. Data dikumpulkan melalui kuesioner
dan pemeriksaan sampel darah untuk mendeteksi kejadian toksoplasmosis melalui kadar imunoglobulin G anti toksoplasmosis.
Berdasarkan hasil penelitian terungkap bahwa jumlah keseluruhan kasus (prevalensi) toksoplasmosis pada pemelihara kucing mencapai 52% dan pada bukan pemelihara kucing sebesar 48%.
Selain itu, terdapat kecenderungan yang sama berupa keberadaan kucing liar, jumlah kucing liar, dan keberadaan kotoran kucing pada pemelihara kucing dan bukan pemelihara kucing yang didiagnosis positif toksoplasmosis.
"Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan yang sama antara variabel keberadaan kucing liar, jumlah kucing liar, dan keberadaan kotoran kucing dengan kejadian toksoplasmosis pada pemelihara dan bukan pemelihara kucing di Kecamatan Mulyorejo, Kota Surabaya," papar penelitian yang terbit dalam Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 8, No. 1 Januari 2015 ini.
Penelitian ini menyarankan, untuk mencegah terjadinya toksoplasmosis pada manusia adalah dengan menjaga interaksi antara manusia dengan kucing liar yang ada disekitarnya.
"Apabila terdapat kotoran kucing di sekitar rumah sebaiknya segera dibersihkan atau dibuang untuk mencegah terjadinya proses sporulasi ookista di lingkungan setelah 2 - 3 hari kotoran keluar dari tubuh kucing," papar penelitian ini.
Selain itu, masyarakat disarankan untuk mencegah kucing mengonsumsi tikus, kecoa, atau hewan lainnya yang berpotensi untuk terinfeksi Toxoplama gondii.
Sebelumnya, surat edaran ITS bebas kucing itu diposting oleh akun @KuchinkLine di Twitter. Dia heran dengan alasan ITS dengan surat edaran itu.
"Beredar selembaran tentang kampus bebas kucing di ITS. Entah apa alasan di balik hal tsb. Mungkin karena overpopulasi akibat kucing2 tsb tidak dineuter dan/atau dibuang ke area kampus. Mohon bantuan teman2 untuk berpendapat! #ITSSurabaya," tulis akun @KuchinkLine.
Postingan yang diunggah pukul 11.28 PM itu pun kini sudah diretweet sebanyak 266 kali, likes 479 dan komen 128. Namun, setelah memposting surat edaran itu, akun @KuchinkLine meneruskan thread twitternya. "Yang dimaksud dengan kantor itu seluruh lingkungan atau hanya unit kerja? Itu yang jadi pertanyaan," tulisnya.
"Karena di awal kalimat ditulis kampus bukan kantor, jadi rada ambigu," tulisnya di thread ketiga.
Banyak netizen khususnya para mahasiswa yang mengomentari surat edaran ITS ini. Kebanyakan isi komentar itu kontra dengan isi selebaran surat. Bahkan ada imbauan lain dari kampus ITS B.
Sementara itu, Kepala Unit Komunikasi Publik ITS Anggra Ayu Rucitra menyebut jika ada kesalahpahaman pada isi surat edaran itu.
"Mengacu pada paragraf pertama baris pertama yang menyebutkan: (Dalam upaya menciptakan suasana kampus bebas kucing). Yang mana, harusnya poin tersebut langsung lebih spesifik pada poin "Area kantor atau unit kerja bebas kucing"," kata Anggra kepada detikcom saat dikonfirmasi, Jumat (28/2/2020).