Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR. Rapat membahas revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM).
Rapat digelar di ruang rapat Komisi X DPR, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2020). Rapat dimulai pukul 09.44 WIB dan dipimpin Ketua Komisi X Syaiful Huda.
Selain Anies, hadir pula Sekda DKI Saefullah, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dan Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Dwi Wahyu Daryoto. Wakil Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian juga hadir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, kami buka RDP hari ini dan rapat dinyatakan terbuka untuk umum," ujar Syaiful saat membuka rapat.
"Agenda hari ini tunggal, kami ingin mendengarkam penjelasan dari Saudara Gubernur, Mas Anies, Ketua DPRD DKI Mas Pras, dan Direktur JakPro Pak Dwi menyangkut soal isu revitalisasi Taman Ismail Marzuki yang mendapatkan penolakan dari beberapa seniman," lanjut dia.
Sebelumnya, Komisi X akan menanyakan kepada Anies soal proses revitalisasi TIM yang ditolak Forum Seniman Peduli TIM, yang juga telah melakukan audiensi dengan Komisi X pada Senin (17/2) lalu. Selain itu, Komisi X akan mengonfirmasi skema pelibatan BUMD untuk mengelola pusat budaya.
"Kami juga mau mengkonfirmasi kenapa menggunakan skema melibatkan BUMD, dalam hal ini JakPro, yang orientasinya memang profit. Dengan orientasi profit ini lalu efeknya adalah mau dibikin hotel di sana. Komersialisasi pusat-pusat kebudayaan ini yang kita tidak setuju," ujar Syaiful.
Baca juga: Lengkap! Anies Jawab Kritik DPR soal Banjir |
Simak Video "Komisi Pengarah Rapat Bareng Anies Bahas Revitalisasi Monas"
Syaiful menyebut pihaknya juga akan menanyakan terkait pengelolaan TIM yang diberikan kepada PT JakPro selama 28 tahun. Menurutnya, tidak seharusnya JakPro mengelola TIM yang merupakan pusat budaya.
"Menyangkut soal kenapa skema pengelolaan juga diberikan kepada JakPro dalam jangka waktu 28 tahun? Yang selama ini pengelolaannya diberikan kepada Dewan Kesenian Jakarta, apalagi unit kebudayaan dari DKI. Risikonya kalau diserahkan kepada JakPro pasti tidak nyambung," ujar Syaiful.