Draf RUU Ketahanan Keluarga Terlalu Ikut Campur Urusan Pribadi?

Draf RUU Ketahanan Keluarga Terlalu Ikut Campur Urusan Pribadi?

Pasti Liberti Mappapa - detikNews
Selasa, 18 Feb 2020 19:56 WIB
gedung MPR/DPR RI di Jalan Gatot
Soebroto, Senayan, Jakarta.
Foto: Lamhot Aritonang/detikcom
Jakarta -

Draf Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga beserta naskah akademiknya beredar di publik. Dari laman resmi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tercatat bahwa rancangan ini sudah terdaftar dalam Prolegnas Prioritas sejak 13 Februari lalu. Pengusulnya DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi menyebut setidaknya ada lima nama pengusul, yakni Ledia Hanifa Amaliah dan Netty Prasetiyani dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ali Taher dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Endang Maria Astuti dari Fraksi Partai Golkar, serta Sodik Mudjahid dari Fraksi Partai Gerindra.

"Karena sudah disahkan di paripurna (Prolegnas Prioritas), maka ibarat taksi argonya itu mulai jalan. Tahapan untuk menuju RUU itu sudah bisa dilakukan," ujar Baidowi pada wartawan, Selasa, (18/2/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Netty menegaskan RUU itu diusulkan agar keluarga di Indonesia memiliki ketahanan atau imunitas sesuai dengan situasi yang dihadapi. Menurutnya, RUU Ketahanan Keluarga ingin mengatur agar kementerian dan lembaga negara membawa substansi pendidikan ketahanan keluarga.

"(Kementerian dan lembaga) Itu membawa substansi tentang pendidikan ketahanan keluarga. Gimana caranya agar nilai-nilai yang berasal dari jati diri dan identitas bangsa Indonesia, mulai dari kejujuran, kemandirian, nilai-nilai gotong royong, kedisiplinan, itu kemudian menjadi sistem dalam keluarga itu," ujar Netty.

ADVERTISEMENT

Simak Video "Tindaklanjuti RUU Perlindungan Data, Menkominfo Sowan ke Puan"

Ternyata RUU Ketahanan Negara sudah pernah masuk Prolegnas Prioritas periode 2014-2019. Anggota DPD dari DKI Jakarta Fahira Idris dalam lama pribadinya menyebut salah satu terobosan Komite III DPD, yakni menginisiasi RUU Ketahanan Keluarga sepanjang 2017.

"Pembahasan RUU Ketahanan Keluarga yang memang sudah sangat mendesak untuk segera disahkan karena keluarga adalah institusi pertama dan utama yang melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas," ujar Fahira.

Menurut Fahira, aturan itu penting karena Indonesia masih mengalami masalah dengan ketahanan keluarga, dari ancaman kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan, narkoba, miras, pornografi, hingga propaganda lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Tak semua sepakat dengan munculnya rencana pembahasan RUU Ketahanan Keluarga tersebut. Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Beka Ulung Hapsara menyatakan keluarga merupakan urusan pribadi di antara dua orang yang mengikat diri mereka dalam sebuah institusi pernikahan. Negara tak boleh terlalu jauh mencampuri urusan pribadi.

"Keduanya yang berhak memutuskan apa saja menurut mereka baik. Bukan negara. Dengan RUU tersebut, saya kira negara telah mengintervensi terlalu jauh dalam ruang privat masyarakat," ujar Beka. "Meskipun sebagian kedaulatan masyarakat diserahkan pada negara tidak berarti juga negara bisa sewenang-wenang mengintervensi."

Beka pun berpendapat dari landasan-landasan RUU Ketahanan Keluarga yang termuat dalam naskah akademik, RUU Ketahanan Negara ini sudah terlihat bermasalah. Landasan sosiologis RUU tersebut menyebut telah diadopsinya nilai-nilai yang bukan berasal dari jati diri bangsa telah memberikan ruang atas ketidakberfungsian keluarga.

Nilai-nilai tersebut seperti liberalisme, sekularisme, dan individualisme. "Ini berlebihan. Menganggap seolah-olah semua keluarga sudah tidak punya filter sama sekali sehingga harus diatur negara," kata Beka.

Belum lagi jika dicermati pasal per pasal dari draf RUU Ketahanan Keluarga tersebut. Dalam salah satu pasalnya, keluarga mendapat kewajiban untuk menaati perintah agama dan menjauhi larangan agama berdasarkan agama yang dianut.

"Kalau rancangan ini diloloskan jadi sebuah undang-undang. Kita akan menuju negara otoriter atas nama moral. Perintah kitab suci tiap agama sudah jelas. Lakukan yang baik dan menjauhi apa yang dilarang," ujar Beka. "Belum lagi pasal-pasal lain yang berpotensi besar melanggar HAM seperti soal LGBT."

Salah satu pengusulnya lainnya, Ali Taher menyatakan kehidupan beragama di Indonesia merupakan bagian penting dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. "Masyarakat kita kan masyarakat beragama. Kita tidak bisa menafikan kehidupan beragama itu bagian penting dari Pancasila dan konstitusi," katanya.

Jika nanti setiap keluarga diwajibkan menaati perintah agama, Taher menegaskan itu merupakan bagian dari amanat konstitusi dan Pancasila. "Kita tidak boleh ada pikiran-pikiran skeptis bahwa pembinaan agama mengancam ruang privat. Itu cara berpikir yang sekuler. Cara berpikir orang yang tidak memiliki pandangan kehidupan Pancasila," ujar Taher.

Halaman 2 dari 3
(pal/dnu)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads