Jakarta -
Proyek omnibus law menuai kontroversi. Pasal 170 RUU Cipta Kerja menyebutkan Presiden bisa mengubah UU lewat Peraturan Pemerintah (PP). Kemenko Perekonomian membela RUU itu. Namun, Menko Polhukam Mahfud Md dan Menkumham Yasonna Laoly menyatakan salah ketik.
Dalam RUU Cipta Kerja disebutkan kewenangan presiden mengubah UU lewat PP. Regulasi itu tertuang dalam BAB XIII Ketentuan Lain-lain RUU Cipta Kerja. Pasal 170 berbunyi:
Ayat (1)
Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ayat (2)
Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ayat (3)
Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
"Usulan Pasal 170 RUU Cipta Kerja tersebut, pada intinya tetap menghormati peran DPR RI dan menjunjung tinggi prinsip demokrasi, karena pembentukan Peraturan Pemerintah tersebut dilakukan setelah berkonsultasi dengan DPR RI. Jika harus dilakukan dengan mengubah Undang-Undang, akan memerlukan waktu dan proses antara lain mengusulkan perubahan program legislasi nasional dan pembahasan Pemerintah dengan DPR RI," kata Kepala Biro Hukum, Persidangan, dan Hubungan Masyarakat Kemenko Perekonomian, I Ktut Hadi Priatna dalam hak jawab yang diberikan kepada detikcom.
Beda Kemenko Perekonomian, beda pula Kemenko Polhukam. Menko Mahfud Md mengaku materi di atas tidak lah mungkin.
"Kalau lewat Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) kan sejak dulu. Kalau undang-undang diganti dengan Perppu itu sejak dulu bisa. Sejak dulu sampai kapan pun bisa tapi kalau isi undang-undang diganti dengan PP, diganti dengan Perpres (Peraturan Presiden) itu tidak bisa. Mungkin itu keliru ketik," kata Mahfud di Universitas Indonesia (UI), Depok, Senin (17/2/2020).
Bagaimana dengan Yasonna Laoly? Ia juga mengaku kaget dengan materi itu. Yasonna akan memberikan masukan ke DPR.
"Ya, ya, nggak bisa dong PP melawan undang-undang. Peraturan perundang-undangan itu," ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2020).
Yasonna memastikan eksekutif tidak perlu kembali merevisi pasal. Perbaikan bisa dilakukan di DPR karena draf RUU sudah disetor ke legislatif.
"Itu tidak perlu karena nanti di DPR nanti akan diperbaiki," ujar Yasonna.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin keheranan terkait pasal dalam omnibus law RUU Cipta Kerja yang memberikan kewenangan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengubah undang-undang (UU) melalui peraturan pemerintah (PP).
"Wah nggak bisa ini, nggak bisa. Secara hukum normatif, PP nggak bisa ubah UU," kata Azis saat ditemui di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2020)
Pihak Istana Kepresidenan mengimbau agar semua pihak tidak berprasangka buruk.
"Itu kan draf. Namanya juga draf. Tentu ini bisa didiskusikan lebih lanjut. PP mengubah UU, sudah pasti tidak mungkin," kata Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin saat dihubungi, Selasa (11/2/2020).
Draf Omnibus Law Cipta Kerja berasal dari pihak pemerintah, sebelumnya bernama Cipta Lapangan Kerja dan terkenal dengan singkatan Cilaka. Karena itu, sifatnya masih draf, maka Ngabalin yakin hal itu bakal ditelaah lebih lanjut di DPR.
"Kalaupun ada dalam draf seperti ini, pasti ada masalah ter-copy atau bagaimana. Tidak mungkin DPR bisa meloloskan yang begitu," kata Ngabalin.
Ngabalin memahami maksud dari 'PP bisa mengubah UU' itu sebenarnya berkaitan dengan Perda, bukan UU. Perda-Perda yang bertentangan dengan UU di atasnya bisa diubah lewat PP. Tak ada niat buruk dari draf Omnibus Law Cipta Kerja bikinan pemerintah.
"Jangan juga seakan-akan belum apa-apa sudah punya negative thinking," kata Ngabalin.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini