Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyampaikan sikap tegasnya: tak akan memulangkan orang-orang asal Indonesia yang pernah ikut menjadi kombatan ISIS, organisasi teroris yang berbasis di Timur Tengah. Namun Jokowi membuka peluang untuk menerima anak-anak eks ISIS untuk pulang ke Tanah Air. Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) mendukung sikap Jokowi untuk anak-anak korban ideologi teror orang dewasa itu.
"Ke depan harus dicarikan solusinya, terutama bagi kalangan kelompok yang keberangkatan ke Suriah itu atas dasar dirinya bukan sebagai petempur, tapi sebagai korban. Misalnya anak-anak, tidak mungkin anak-anak itu dengan kesadaran penuh 'berjihad' ke Suriah," tutur Ketua II IKI, KH Saifullah Ma'shum, kepada wartawan, Rabu (12/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak semua orang yang berangkat dari Indonesia menuju ISIS benar-benar berniat menjadi petempur asing (Foreign Terrorist Fighter/FTF). Di antara mereka, ada anak-anak yang tak bisa menolak saat diajak berangkat ke cengkeraman ISIS oleh orang tuanya, ada istri yang tak bisa menolak suaminya, atau ada pihak-pihak yang terpaksa ada di sana tanpa sepakat dengan ideologi teror.
"Kelompok-kelompok ini yang harus diselamatkan nasibnya. Mereka punya hak untuk dilindungi secara maksimal oleh negara. Jadi tidak bisa pemerintah terus menggebyah-uyah (menggeneralisir) bahwa tidak boleh sama sekali mereka pulang karena semua terlibat kegiatan terorisme," kata Saifullah.
Pembukaan UUD Negara 1945 menjelaskan tujuan dibentuknya pemerintah negara Indonesia, yakni untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia. Mereka yang tergoda ideologi teror belumlah berhasil dicerdaskan kehidupannya, serta tidak berhasil terlindungi dari bahaya ideologi teror. Pemerintah perlu melindungi warganya dari bahaya-bahaya itu.
"Konstitusi kita menyebut warga negara di manapun berada harus dilindungi secara maksimal," kata Saifullah.
Dia memahami, proses pemulangan mereka-mereka yang harus dipulangkan itu tak akan mudah. Harus ada kerja keras dari pemerintah. Para WNI eks ISIS haruslah melewati proses identifikasi, proses pengkajian orang per orang, hingga deradikalisasi. Lewat langkah-langkah itu, barulah diketahui apakah mereka pantas dipulangkan ke Tanah Air atau tidak.
"Perlu melalui proses hukum, bila perlu ada sanksi kerja sosial juga. Bila sudah dipastikan pulih dari paparan ideologi terorisme, barulah kewarganegaraannya dipulihkan kembali. Ini perlu kerja keras," kata dia.
Jokowi sendiri kini menyebut mereka sebagai 'ISIS eks WNI', alias orang kelompok ISIS namun mantan WNI, bukan lagi berstatus WNI. Jokowi menolak pemulangan mereka. Namun untuk anak-anak, pendekatannya bakal lain.
"Memang dari identifikasi verifikasi ini kan kelihatan kita memang masih membuka peluang untuk yang yatim-piatu, yang ada berada di posisi anak-anak di bawah 10 tahun. Tapi kita belum tahu apa ada atau tidak ada. Saya kira pemerintah tegas soal hal ini," kata Jokowi, di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2020).