Jakarta -
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang tegas mengemukakan sikapnya: menolak kepulangan warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS. Bila melihat wajah-wajah pembakar paspor hijau dari video ISIS, ternyata mereka adalah anak-anak. Sudikah negara menerima mereka?
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius telah menyampaikan ada 600-an WNI eks ISIS yang kini mengungsi di Suriah, yakni di kamp AL Roj, Al Hol, dan Ainisa. Banyak di antara mereka yang sama sekali bukan petempur, melainkan anak-anak kecil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, sekarang ya di sana juga demikian perempuan dan anak, walaupun yang 600 lebih itu kami dapatkan adalah mayoritas perempuan dan anak-anak. Tapi kan mereka sudah punya pengalaman semacam itu. Nah, ini perlu jadi pemikiran kita semua," ujar Suhardi, saat jumpa pers di Gedung Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (7/2) lalu.
Dihubungi terpisah, Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulan Terorisme ( BNPT) Herwan Chaidir menjelaskan anak-anak belum bisa mengambil keputusan sendiri. Tentu pergi atau tidaknya mereka dari Indonesia ke pelukan ISIS sangat tergantung orang dewasa, atau paling konkret adalah orang tuanya masing-masing.
"Mereka ikut bapaknya, tidak mungkin dia memutuskan sendiri karena masih kecil-kecil semua. Tentu itu akan menjadi bahan diskusi bersama Bapak Presiden. Kan belum ada rapat bersama Bapak Presiden," kata Herwan kepada wartawan, Senin (10/2/2020).
Tonton juga Jokowi Ogah Pulangkan Eks ISIS, Fadli Zon: Ada Juga yang Korban :
Herwan menyatakan belum tahu kapankah rapat terbatas (rapat) soal kepulangan WNI eks ISIS itu akan digelar. Terlepas dari itu, dia memahami tingkat ideologi teror yang dianut orang dewasa tentu lebih berurat-akar dan lebih berbahaya ketimbang anak-anak. Upaya deradikalisasi lebih mudah berhasil bila dilakukan terhadap anak-anak. Dia memahami, negara-negara lain juga mempertimbangkan soal penerimaan kembali anak-anak eks ISIS semacam itu.
"Kalau kita mengacu pada negara lain, seperti Jerman, mereka menerima kembali anak-anak seperti itu. Australia dan Malaysia begitu juga," kata Herwan.
Dilansir AFP, belasan anak-anak dari petempur ISIS telah dipulangkan (repatriasi) dari Irak ke Jerman pada Maret 2019. Otoritas Jerman mengatakan anak-anak adalah 'korban' dan mereka harus dipulangkan bila ada keluarga yang mengambilnya. Anak-anak yang telah teradikalisasi akan ditempatkan di institusi khusus namun tidak dikekang.
Rusia dan Kosovo menjadi yang pertama dalam hal pemulangan eks ISIS. Tercatat ada 200 perempuan dan anak-anak yang dipulangkan pada Februari 2019. Kosovo, kawasan Eropa dengan komposisi penduduk 90 persen muslim, mengumumkan soal pemulangan 110 warganya dari Suriah. Hampir semua dari mereka adalah para istri dan anak dari petempur ISIS.
Tidak semua bersedia memulangkan warganya yang sempat bergabung dengan ISIS. Tunisia salah satunya. Pemerintah Tunisia khawatir pemulangan anak-anak akan mempercepat kepulangan orang tua mereka yang merupakan petempur ISIS.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini