Sebanyak 600 warga negara Indonesia (WNI) berangkat ke Suriah dan berikrar setia kepada ISIS. Otomatis, kewarganegaraannya sebagai WNI hilang. Kini mereka ingin kembali setelah ISIS luluh lantak. Bagaimana sebaiknya pemerintah RI?
"Mereka yang tergabung dalam ISIS sebenarnya telah kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya berdasarkan Pasal 23 UU Kewarganegaraan 2016, khususnya huruf (d) dan huruf (f)," kata guru besar Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto Juwana saat berbincang dengan detikcom, Rabu (5/2/2020).
Huruf (d) menyebutkan kehilangan kewarganegaraan disebabkan karena 'masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara huruf (f) menyebutkan:
Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut
"Kewarganegaraan mereka bisa saja dikembalikan namun mereka wajib mengikuti prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," kata guru besar bidang hukum internasional itu.
Simak Video "Soal Nasib 600 WNI Eks ISIS, Dipulangkan atau Tidak?"
"Pertama adalah seberapa terpapar warga ISIS asal Indonesia dengan ideologi dan paham yang diyakini oleh ISIS. Asesmen ini perlu dilakukan secara cermat per individu," cetus Hikmahanto.
Asesmen mengenai hal ini penting agar mereka justru tidak menyebarkan ideologi dan paham ISIS di Indonesia. Kedua adalah seberapa bersedia masyarakat di Indonesia menerima kehadiran mereka kembali.
"Kesediaan masyarakat di sini tidak hanya dari pihak keluarga namun pada masyarakat sekitar di mana mereka nantinya bermukim, termasuk pemerintah daerah," papar Hikmahanto.
Menurut Hikmahanto, dewasa ini kebijakan pemerintah pusat, bila tidak dikomunikasikan dengan baik ke daerah, bisa memunculkan penolakan dari daerah.
"Akibatnya, pemerintah pusat akan mengalami kerepotan tersendiri," pungkasnya.
![]() |
"Kami sudah menerima informasi kalau ada sekitar 600 lebih FTF Indonesia yang ada di Suriah. Kebanyakan memang adalah perempuan dan anak-anak. Saat ini hal itu masih dibahas di Kemenko Polhukam bersama Kementerian dan Lembaga terkait lainnya untuk langkah tindak lanjut ke depannya," kata Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius.