Organisasi keislaman Al Khairiyah Cilegon, Banten melakukan gugatan terkait terpilihnya napi eks korupsi Dimyati S Abu Bakar sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cilegon. Terpilihnya Dimyati dinilai mencoreng secara etika dan moral khususnya bagi organisasi ulama.
"Secara mekanisme pemilihan benar, tapi secara etika dan moral kita keberatan karena napi eks korupsi," kata Sekjen DPD Al Khairiyah Cilegon Ahmad Munji saat dihubungi detikcom, Jumat (31/1/2020).
Munji menjelaskan bahwa gugatan disampaikan ke Pengadilan Negeri Serang pada Kamis (30/1) kemarin. Selain itu, pihaknya juga sudah melaporkan terkait terpilihnya eks napi korupsi ke MUI Banten dan MUI pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terpilihnya nama eks napi korupsi tersebut sebagai ketua MUI Cilegon dilakukan pada proses pemilihan 3 bulan lalu. Lalu, keputusan terpilihnya Dimyati kemudian ditunda karena ada gugatan dari Al Khariyah.
Munji menjelaskan, nama Dimyati sebelumnya pernah juga menjadi Ketua MUI Cilegon dan anggota DPRD. Namun, sekira pada tahun 2015, ia tersangkut kasus korupsi.
"Kemudian mengundurkan diri, kemudian ini pemilihan lagi dan dia jadi lagi, kok bisa dua kali terulang, ini supaya jadi pertimbangan, masa seperti ini dibiarkan," ujarnya.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Ketua MUI Banten AM Romly membenarkan bahwa nama Dimyati S Abubakar terpilih jadi Ketua MUI CIlegon. Ia juga membenarkan bahwa Dimyati pernah tersangkut kasus korupsi pada 5 tahun lalu.
"Betul mantan (napi), sudah 5 tahun lalu," ujarnya.
Romly mengatakan Dimyati sudah menjalani hukuman. Untuk menyikapi hal ini, MUI Banten sudah membentuk dewan pertimbangan untuk melakukan tabayyun atau klarifikasi. Rekomendasi akan selesai pada 5 Februari 2020.
"Sekarang sedang melaksanakan tabayyun ke berbagai pihak di Cilegon, lagi berjalan. Karena ada masalah ini, kita menyikapinya dengan hati-hati," ujarnya kepada detikcom.