Wakil Presiden Republik Indonesia Ma'ruf Amin mengatakan pendekatan secara militer tidak dapat digunakan untuk menciptakan kerukunan beragama. Menurutnya, kerukunan antarumat beragama hanya bisa dibentuk dari pendekatan keagamaan.
"Bahwa politik, apalagi pendekatan militer tidak dapat digunakan untuk menciptakan kerukunan. Pendekatan keagamaan, forum-forum, upaya-upaya komunikasi yang harus dikedepankan untuk menciptakan kerukunan. Menghadapi konflik global saat ini para pemuka agama tidak hanya selesai pada capaian rukun, tetapi bagaimana rukun bisa merukunkan," ujar Ma'ruf Amin dalam keteranganya, Selasa (28/1/2020).
Pernyataan itu disampaikan Ma'ruf ketika menerima kunjungan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Kantor Wapres, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Ma'ruf mengatakan kerukunan dihasilkan dari empat pilar yang kuat, yakni ideologi, yuridis, sosiologis, dan teologis.
"Untuk membangun kerukunan, saya mempunyai empat bingkai atau pilar. Kesatu, yaitu Pancasila, UUD 1945. Kedua yuridis, yaitu dasar-dasar hukum. Ketiga sosiologis, yaitu kearifan lokal yang sudah dipunyai Indonesia, dan keempat yaitu teologis, yaitu menyebarkan narasi-narasi kerukunan, dimulai dari majelis-majelis keagamaan, membangun komunikasi antar umat beragama," terangnya.
Simak video Capaian 100 Hari Kerja Jokowi-Ma'aruf:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada FCPI, Ma'ruf berharap agar agama-agama selain Islam dan Kristen juga diayomi. Terlebih dengan adanya sejumlah kasus intoleransi yang terjadi di berbagai negara.
Pendiri FCPI Dino Patti Djalal melaporkan aktivitas sejumlah umat di berbagai negara dibatasi oleh pemerintah setempat.
"Salah satu situasinya, bahwa umat Islam dibatasi dan diganggu baik oleh pemerintah atau non pemerintah di 144 negara. Di lain pihak, umat Kristen pun dibatasi dan diganggu baik oleh pemerintah atau non pemerintah di 142 negara. Trending ini benar-benar global dan semakin meningkat," jelas Dino.
Baca juga: Capaian 100 Hari Kerja Jokowi-Ma'aruf |
Di kesempatan yang sama, Direktur Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Frans Magnis Suseno mengatakan Indonesia dapat menjadi contoh sejumlah negara lainya dalam urusan toleransi. Menurutnya, kaum minoritas di Indonesia dapat beribadah sesuka hati secara damai.
"Hal ini dicontohkan bagaimana di Indonesia setiap agama dapat dengan damai menjalankan ibadah agamanya dengan baik, tanpa rasa takut dan tanpa kekhawatiran," ucapnya.