Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu menggerebek Kafe Khayangan yang mempekerjakan ABG sebagai PSK di lokalisasi di Gang Royal RT 02/13 Rawa Bebek, Penjaringan, Jakarta Utara. Lokalisasi tersebut disebut-sebut sudah berdiri sejak puluhan tahun lalu.
Wakil Ketua RT 02 Agung Tomasya menyebut, lokalisasi di Gang Royal sudah tumbuh seiring adanya praktik serupa di Kalijodo. Kalijodo sendiri sudah dibongkar beberapa tahun lalu dan kini dijadikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
"Kalau praktik prostitusi tahu, kan lokalisasi ini udah ada sekitar 30-40 tahun lebih. Saya ke sini udah ada, jadi Kalijodo ada ini juga sudah ada. Tapi hingar bingar masih kalah sama Kalijodo," kata Agung kepada detikcom di lokasi, Sabtu (25/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung menyebut, sebagian kafe yang berada di Kalijodo pindah ke Gang Royal. Beberapa warga setempat mengontrakkan bangunannya untuk 'menampung' kafe yang ikut terdampak bongkaran Kalijodo.
"Kita sudah antisipasi lah, 'wah Kalijodo tutup ini bakal pindah kemari', di situ kita koordinasi jangan cuma kita kebagian apesnya doang nih. Ada warga saya nih Pak RT tolong dibuat perjanjian kontrak nih sewa dan perjanjian jual-beli. Kenapa? rumahnya mau saya kontrakan. Nah di situ kita nggak larang jual beli," kata Agung.
Agung mengatakan, pihaknya tidak bisa melarang perjanjian antara pemilik rumah dengan pembeli maupun penyewa.
"Seumpama 'Ibu dari Kalijodo? Iya saya dari Kalijodo'. Kita nggak bisa larang kalau pemilik rumah dan pembeli setuju. Cuma mohon maaf mereka kan dari Kalijodo, otomatis kan usahanya juga udah merebak bidang yang sama. Di sini kita ada aturan-aturan," kata Agung.
Agung menyebut, 'Mami Atun' pemilik Kafe Khayangan juga merupakan 'pindahan' dari Kalijodo.
"Si Mami Atun ini kan dari Kalijodo, warga saya lapor nih mau ada yang jual-beli kontrak rumah. Saya minta ketemu sama yang mau kontraknya, panggil saya pengen tahu, pengen kenal," imbuh Agung.
Meski mengetahui adanya praktik prostitusi di lokalisasi itu, namun pihak RT tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab menurut Agung, menutup lokalisasi adalah kewenangan Pemprov DKI. Di sisi lain, pihak RT juga mendapatkan uang keamanan dari lokalisasi tersebut.
"Begini, kalau ditanya masyarakat termasuk sanya nggak ada yang setuju adanya lokalisasi prostitusi ini, cuma kami lihat dari dua sisi. Kami ini sebagai pengurus RT, saya ibaratnya ketiban wilayah berhubung ini lokalisasi ini ada di wilayah saya. Jauh sebelum saya di sini bahkan makanannya saya 'kondisikan' kita atur, uang kebersihannya, keamanannya, ketertibannya saya kondisikan. Masalah ditutup atau gimana bukan kewenangan saya, itu kewenangan pihak Pemprov," tutur Agung.
Di sisi lain, warga setempat juga ikut diuntungkan dari sisi ekonomi. Mata pencaharian masyarakat bertambah dengan adanya lokalisasi tersebut.
"Warga mendukung tapi dalam segi ekonomi, ketiban rezekinya lah saya sebut. (Ada yang) jadi tukang nasi, warung kopi, konter pulsa, tukang kredit baju," ujarnya.
Menurut Agung sebagian masyarakat tidak setuju apabila lokalisasi itu harus ditutup. Meski begitu, pihaknya mengapresiasi apabila pemerintah mau menutup lokalisasi tersebut.
"Makannya kalau memang lokalisasi minta ditutup yuk tutup bareng, cuma nantinya ajukan ke pemerintah warga kami minta lokalisasi ini untuk dihentikan, ditutup aktivitasnya. Banyak pertanyaan untuk ditutup, itu bukan kewenangan kami, tapi kewenangan pemerintah. Tapi pada intinya apapun kebijakan pemerintah kalau memang aktifitas lokalisasi ini ditutup kami apresiasi, sangat mendukung," tuturnya.
Simak Video "Petugas Bongkar 7 Bilik Asmara Lokalisasi di Polewali Mandar"