Para lurah di Kota Surabaya hendaknya mengawasi pungutan yang dikenakan terhadap warga melalui peraturan RT dan RW. Hal itu disampaikan Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono.
Menurutnya, pengawasan dilakukan agar tidak terjadi ketelanjuran seperti kasus peraturan RW 03 Kelurahan Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri. Aturan tersebut memberlakukan pungutan berbeda terhadap warga nonpribumi.
Kewenangan para lurah telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya No 4/2017 tentang Pedoman Pembentukan RT, RW dan LPMK. Pada Pasal 30 ayat 2 diatur pelaksanaan pungutan terhadap masyarakat oleh RT dan RW yang berlaku setelah terlebih dahulu mendapatkan evaluasi dari lurah.
Adi menambahkan peraturan pungutan yang mencantumkan kata 'nonpribumi' di RW 03 Bangkingan semestinya tidak perlu terjadi jika Lurah Bangkingan menyadari secara menyeluruh Perda 4/2017. Kemudian lurah menggunakan kewenangannya untuk mengawasi pungutan terhadap masyarakat oleh RT dan RW sebelum peraturan diberlakukan pada masyarakat.
"Para lurah sepatutnya membaca secara utuh Perda 4/2017, kalimat per kalimat, dan memahami secara menyeluruh konteks peraturan itu," kata Adi seperti dalam rilis yang diterima detikcom, Rabu (22/1/2020).
"Saat masih berupa raperda dan dalam pembahasan di DPRD, kebetulan saat itu saya anggota Panitia Khusus, pihak Pemerintah Kota Surabaya mengusulkan kewenangan lurah melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan iuran warga oleh RT dan RW. Setelah melalui diskusi mendalam, akhirnya DPRD Kota Surabaya menyetujui usulan Pemkot tersebut," imbuhnya.
Adi berharap seluruh lurah di Kota Surabaya menyadari kewenangannya dalam pengawasan pungutan RT/RW di wilayahnya, sehingga tidak terjadi ketelanjuran seperti Peraturan RW 03 Kelurahan Bangkingan.
"Kita sepakat menjaga Kota Surabaya yang toleran, tidak diskriminatif, tidak rasis. Terlebih Wali Kota Surabaya Bu Risma, DPRD, aparat keamanan dan semua komponen masyarakat sangat aktif mengkampanyekan tentang pentingnya hidup berdampingan secara damai," terangnya.
Menurutnya, pencantuman kata 'pribumi' dan 'nonpribumi' dalam peraturan warga jelas merupakan diskriminatif. Itu bertentangan dengan Undang-Undang 40/2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
"Setelah memicu kontroversi, saya mendapat laporan bahwa pengurus kampung RW 03 Kelurahan Bangkingan telah mencabut peraturan pungutan bagi warga nonpribumi," lanjutnya.
"Mereka segera menyadari kekeliruan tersebut. Dan mereka telah mencabut peraturan RW tentang pungutan warga yang mencantumkan kata 'nonpribumi'. Pembatalan itu dituangkan dalam resume rapat yang ditulis tangan dan ditandatangani bersama para pengurus kampung," pungkasnya.