Viral Surat Edaran RW di Surabaya soal Iuran Nonpribumi, Ini Kata Pemkot

Viral Surat Edaran RW di Surabaya soal Iuran Nonpribumi, Ini Kata Pemkot

Deny Prastyo Utomo - detikNews
Selasa, 21 Jan 2020 19:57 WIB
Surat edaran RW yang viral/Foto: Istimewa
Surabaya - Pemkot Surabaya sudah mendengar soal surat edaran RW 03 Kelurahan Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri yang viral. Pemkot akan melakukan klarifikasi kepada para pengurus RW tersebut.

"Saya baru mengetahui hari ini jam 2 (siang). Cuma menyebutkan iuran sama ini. Saya anggap itu tidak bisa karena berdasarkan Perwali yang lama harus mendapatkan evaluasi lurah. Kalau belum mendapatkan evaluasi dari lurah belum bisa dilaksanakan," kata Kepala BPB Linmas Kota Surabaya Eddy Christijanto kepada wartawan di kantornya, Selasa (21/1/2020).

Eddy juga mengatakan, pihaknya belum membaca secara detail mengenai isi surat edaran. Termasuk soal istilah pribumi dan nonpribumi yang mencuri perhatian.


"Untuk kata-kata pribumi dan pribumi kami belum tahu," imbuh Eddy.

Ia kemudian mengingatkan warga agar lebih berhati-hati dalam pemilihan diksi saat membuat surat. Termasuk menghindari kata-kata sensitif yang bisa menyinggung.

"Mungkin yang dimaksud bukan membeda-bedakan ras begitu. Mungkin maksudnya membedakan warga asli di situ dan warga pendatang, status kependudukan," ujarnya.



Tonton video SDN Ini Jadi Sorotan karena Edaran Wajibkan Siswa Berbaju Muslim:



Eddy menambahkan, berdasarkan Perda No 4 Tahun 2017 tentang pemilihan RT/RW dan Perwali Tahun 2018 No 29, setiap musyawarah yang dilakukan oleh RT/RW itu sah. Namun harus tetap melalui evaluasi dari lurah setempat.

"Evaluasi itu juga disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat setempat. Kondisi sosialnya masyarakatnya seperti apa, sehingga lurah bisa mengevaluasi," paparnya.


Eddy juga menceritakan pengalamannya menjadi Kepala Bagian Pemerintahan yang sempat menemukan persoalan yang sama. Waktu itu ada orang yang akan membangun dikenakan biaya Rp 2,5 juta oleh pengurus RW setempat. Namun setelah dievaluasi oleh pihak kelurahan berdasarkan sosial masyarakat dan kemampuan, akhirnya bisa evaluasi menjadi Rp 500 ribu.

"Akhirnya lurah mengevaluasi sesuai dengan kemampuannya kena Rp 500 ribu. Kalau RP 2,5 Juta mahal. Jadi yang membangun membayar kas ke RW Rp 500 ribu. Artinya keputusan yang dilakukan oleh RW 03 Bangkingan ini, tidak bisa dilakukan sebelum adanya keputusan dari lurah," lanjut Eddy.

Secara teknis Eddy menjelaskan, evaluasi dilakukan oleh lurah selama 7 hari, setelah menerima surat keputusan musyawarah yang dilakukan RW. "Misalnya surat itu dikerjakan sekarang, tapi diserahkan satu bulan kemudian maka sampai tujuh hari waktunya lurah untuk melakukan evaluasi. Kalau RW-nya tidak menyerahkan kepada lurah, maka justru ini tidak berlaku, tidak bisa diterapkan. Salah itu," pungkas Eddy.
Halaman 2 dari 2
(sun/bdh)
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.