Saat Ratusan Pelajar Belajar Kematian di Museum Unair

Saat Ratusan Pelajar Belajar Kematian di Museum Unair

Deny Prastyo Utomo - detikNews
Selasa, 21 Jan 2020 13:00 WIB
Foto: Istimewa
Surabaya - Ratusan siswa SMP Al Falah Deltasari Sidoarjo belajar memahami kehidupan masyarakat Indonesia saat masa pra aksara. Diharapkan melalui kunjungan ke Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian Universitas Airlangga, ini secara langsung mendapat gambaran utuh dan konkret bagaimana kebudayaan seputar kematian yang ada di tiap suku bangsa di Indonesia.

Kunjungan ke Museum Etnografi disambut antusias ratusan siswa tersebut. Mereka terlihat penasaran dengan aneka koleksi tulang belulang manusia yang ada.

"Dalam mata pelajaran IPS, terdapat tema tentang memahami kehidupan masyarakat Indonesia pada masa pra aksara," kata jelas Guru pengampu mata pelajaran IPs sekaligus penanggungjawab program kunjungan ke Museum Gatot Purwanto, Selasa (21/1/2020).

Di zaman pra aksara tepatnya di periodesasi megalitikum, manusia sudah mengenal system kepercayaan. Di antaranya menyembah kekuatan gaib yakni animisme (mempercayai bahwa benda-benda mati/tidak bernyawa memiliki kekuatan gaib) dan dinamisme (mempercayai bahwa benda-benda idup/ bernyawa memiliki kekuatan gaib).

Selain itu mereka mempercayai bahwa kematian bukanlah akhir dari sebuah perjalanan. Namun sebuah era perjalanan kehidupan yang baru. Di era ini, masyarakatnya juga sudah memiliki tradisi ritual tertentu saat terjadi kematian.

"Salah satu budaya yang berkembang di era tersebut adalah berupa tradisi yaitu upaya mengawetkan jenazah orang-orang yang mati," tambahnya.


Gatot menjelaskan bahwa tradisi dan bentuk budaya prosesi kematian dan bagaimana memperlakukan seseorang yang meninggal sesuai periodesasi masa pra aksara sudah dijelaskan dalam pelajaran di kelas. Namun dengan melihat langsung ke museum, diharapkan pembelajaran lebih dipahami oleh siswa.

"Biar siswa lebih memahami, belajar lebih nyata dan tidak sekedar membayangkan saja," tuturnya.

Sementara para siswa terlihat serius memperhatikan penjelasan mengenai keanekaragaman budaya kematian yang ada di Indonesia.

"Sempet merinding sih pas mau masuk ke museum, tapi pas masuk dan mendapat penjelasan dari petugas museum saya jadi senang. Karena ternyata tradisi kematian tiap daerah berbeda-beda," ujar salah satu siswa, Salwa.

Salah satu yang menarik bagi Salwa adalah koleksi soal tulang belulang yang dipajang di museum itu. Dia penasaran kenapa tulang yang ada awet padahal usianya sudah ratusan bahkan ribuan tahun. "Ternyata cuma replika," katanya sembari tersenyum.

Setelah itu, rombongan melanjutkan kunjungan yang kedua yakni di Museum Mpu Tantular Sidoarjo. Hal ini sebagai implementasi pembelajaran nyata tema kehidupan masyarakat pada masa hindu Budha dan Islam di Indonesia. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.