Jakarta - Warga Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan, mengandalkan grup WhatsApp terkait laporan naiknya muka air karena
Toa dianggap terlalu berisik. Kepala BPBD DKI Jakarta Subejo menyebut penggunaan Toa sebagai kearifan lokal.
"(Medium peringatan dini banjir) itu kan masing-masing selera. Sebetulnya nanti kita lihat situasi wilayah nanti, kita sesuaikan aja. Yang penting kan bagaimana supaya informasi cepat ke wilayah, masyarakat itu bisa siap-siap istilahnya mengungsikan diri atau mungkin memindahkan surat-surat dokumennya segala macam, itu
aja," kata Subejo saat dihubungi, Selasa (18/1/2020).
"Intinya, bagaimana informasi lebih awal diterima masyarakat, berbagai caralah. Itu kan sebagai tambahan
aja, itu kan (Toa) kearifan lokal tuh, nggak apa-apa, pengeras musala, masjid, bisa dimanfaatkan juga," sebut Subejo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa maksud penggunaan
Toa adalah kearifan lokal? Subejo menyebut masyarakat sejak dulu memakai alat yang bekerja mirip-mirip Toa terkait peringatan dini banjir.
"Iya, itu kan misalnya kita aparat bisa minta ke pengurus musala tolong bantu umumkan kalau ada misalnya kemungkinan banjir segala macam, bisa begitu kan. Itu kan kearifan lokal. Kalau dulu ada pentungan, dulu," jelas Subejo.
Meski demikian, Subejo tak mempermasalahkan warga yang memilih menggunakan grup WhatsApp atau SMS untuk peringatan dini banjir. Yang terpenting, kata dia, peringatan dini itu cepat tersebar di masyarakat sehingga evakuasi bisa dilakukan sedari awal.
Subejo menegaskan tak masalah masyarakat menggunakan apa pun jenis alat peringatan dini banjir. Namun, menurut Subejo,
Toa lebih efektif digunakan untuk memperingatkan warga akan kenaikan air karena ada kemungkinan air naik malam hari dan warga tengah terlelap.
"Kalau cuma berisik kan ya nggak lama juga kan, kecuali terus menerus, sepanjang hari. Kan itu mengingatkan. Karena kalau cuma SMS atau WA Group kadang mereka nggak sadar juga karena mungkin lagi tidur, kan nggak
kedengeran. Kalau pakai pengeras suara itu kan lebih keras," ucap Subejo.
"Kita sih bisa pakai dua-duanya, itu tetap kita gunakan, SMS kita gunakan juga. Lebih baik istilahnya ada penebalan
gitulah, double gitu daripada cuma satu kurang. Nanti kita edukasi juga masyarakat bahwa ini istilahnya bermanfaatlah untuk kesiapsiagaan masyarakat," dia menambahkan.
Ketua RW 07 Rawajati, Sari, sebelumnya mengatakan mengandalkan laporan naiknya muka air di sungai lewat WAG (WhatsApp Group). Dari grup, warga sudah bisa mengantisipasi bila banjir meninggi.
Selama ini, pemberitahuan banjir, menurut Sari, efektif dilakukan lewat WAG. Di grup itu pun terdapat pasukan oranye.
"Itu se-Kelurahan Rawajati punya grup. Setiap RW ada PPSU-nya, jadi kita lebih tanggap daripada Toa ya. Kalau Toa jadi berisik ya ke mana-mana, jadi sistemnya kayak
gitu," kata Sari.
Perihal penggunaan Toa untuk peringatan dini banjir ini disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Mengevaluasi prosedur operasi standar (
standard operating procedure/SOP) penanganan banjir, Anies menyoroti sistem peringatan dini. Menurut Anies, ada pemberitahuan berjenjang saat pengumuman kepada masyarakat dari Kelurahan. Sistem itulah yang dipangkas oleh Anies.
"Kelurahan bukan (disampaikan) ke RW, RT, tapi langsung ke masyarakat, berkeliling dengan membawa Toa untuk memberi tahu semuanya, termasuk sirene," ucap Anies, Rabu (8/1).
BPBD Jakarta Siapkan Toa Rp 4 M, Apa Kata Warga? Simak Videonya:
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini