Kendati Kepulauan Prata dan Kepulauan Paracel sudah dideklarasikan sebagai milik China, namun peta resmi China yang dilengkapi dengan batas laut selatan belum tersedia pada tahun 1912.
Yang ada saat itu adalah peta-peta yang dibuat para kartografer (pembuat peta) individu dan perusahaan-perusahaan swasta, rata-rata peta itu dijiwai semangat nasionalisme China dengan penggambaran wilayah laut yang luas dan dikontraskan dengan kondisi terbaru saat itu, bahwa teritori laut China telah dicaplok bangsa asing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini dijelaskan oleh peneliti dari Chatam House, The Royal Institute of International Affairs, bernama Bill Hayton. Karyanya berjudul 'The Modern Origins of China's South China Sea Claims: Maps, Misunderstandings, and the Maritime Geobody', dimuat dalam jurnal Modern China, Sage Journals, tahun 2018.
Pada 1930, dijelaskan Bill Hayton, terjadilah peristiwa yang membuat orang-orang China marah tanpa paham situasi sebenarnya.
Pada tahun itu, Prancis sebagai penguasa Indochina mengklaim Kepulauan Spratly dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Sebagaimana diketahui, Kepulauan Spratly ada di sebelah barat Filipina, alias lumayan jauh dari daratan China.
Namun orang-orang China saat itu tidak tahu di mana sebenarnya letak Kepulauan Spratly. Kemarahan China ke Prancis bertambah saat Prancis mengklaim Kepulauan Paracels dengan alasan kepulauan itu sudah dihuni orang-orang Vietnam sejak Abad 19.
Publik China bingung, apakah Kepulauan Spratly itu dekat atau jauh dengan Kepulauan Paracel. Tahun 1933, China bertanya ke Duta Besarnya di Manila soal di manakah gerangan letak Kepulauan antara Vietnam dan Filipina yang diklaim Prancis itu. Sang Dubes menjawab, tak ada pulau di antara Vietnam dan Filipina, yang ada yakni di Paracel yang terletak dekat dengan China. Belakangan, Dubes China di Manila bernama Kuang Guanglin terkejut mengetahui bahwa Paracel dan Spratly itu berbeda lokasi.
![]() |
Pada 1 September 1933, pemerintahan Republik China di bawah Chiang Kai-sek ingin menurunkan ketegangan dengan Prancis. Pemerintah China menyatakan batas selatan China adalah pulau-pulau Paracel (Xisha) saja, sedangkan pulau-pulau di selatan bisa jadi pernah menjadi milik China di masa lalu. China meminta Prancis untuk melindungi nelayan China yang mencari ikan di pulau-pulau sebelah selatan itu.
Namun kondisi di dalam negeri lebih pelik. Isu pencaplokan Kepulauan Spratly oleh Prancis dipolitisir oleh kubu oposisi untuk menunjukkan kegagalan pemerintah melindungi negara dari ancaman asing. Publik marah tanpa tahu sebenarnya Spratly lebih dekat ke Filipina ketimbang China.
![]() |
"Pada saat kesimpulan krisis pencaplokan Kepulauan Spratly pada 1933, embrio geobodi maritim China punya dua batas. Untuk pemerintahan Nanjing itu meliputi Kepulauan Paracel saja, namun untuk rival nasionalis di Guangzhou dan para pengkritik lainnya maka batasannya mulai mencapai Kepulauan Spratly, meskipun mereka tidak sepenuhnya paham soal wilayah itu," tulis Bill Hayton.
Konflik klaim China versus Prancis ini berlanjut dengan penguasaan Jepang atas Kepulauan Spratly mulai tahun 1939. Selanjutnya, Jepang kalah perang pada 1945, China mengambil alih penguasaan terhadap Kepulauan Spratly.
Bagaimana bisa ujung 9 Garis Putus-putus China sampai ke Natuna? Simak berita selanjutnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini