Sedikitnya ada 11 bioskop yang berdiri dari kawasan utara hingga pusat kota Sukabumi. Masing-masing bioskop memiliki kisahnya sendiri, hingga akhirnya satu persatu gulung tikar karena berbagai alasan.
Pegiat sejarah menyebutkan, bioskop di Sukabumi sudah muncul sejak era 70-an. Ada yang memang warisan kolonial Belanda dan sengaja dibangun oleh sejumlah cukong pada masa itu. Pada tahun 80-an hingga 90-an, bioskop memasuki masa kejayaannya. Hampir di setiap sudut kota, bioskop berdiri dengan ciri khasnya masing-masing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tercatat dua nama bioskop yang dikenal untuk kalangan kelas menengah ke atas lantaran tarif tiketnya mahal pada masa itu. Sebut saja Sukabumi Theatre yang dikenal oleh warga dengan sebutan Shopping Centre, lalu Capitol Theatre. Keduanya memasang tarif Rp 1.350 sampai Rp 1.850, yang disesuaikan dengan kelas yaitu tarif Balkon, VIP dan Kelas 1. Kedua bioskop itu memiliki genre berbeda.
"Kalau untuk Shopping itu dikenal sering menayangkan film-film Hollywood. Blockbuster pada masa itu, sebut saja Rambo, Apocalypse Now, tayang di tempat itu. Sementara Capitol lebih banyak memutar film-film mandarin dan film nasional, Jacky Chan, Warkop DKI dan film-film kolosal seperti Saur Sepuh," kata I Hendy Faizal, pegiat sejarah dari Soekaboemi Heritages dan juga pemerhati perfilman Soecinema, kepada detikcom, Senin (13/1/2020).
Lantaran berbeda genre, masing-masing bioskop memiliki segmen penontonnya sendiri. Kedua bioskop itu dikenal paling besar, disusul kemudian beberapa bioskop lainnya terdiri Nusantara, Royal, Mutiara, Gelora, Indra, Mustika, Garuda, Sinar Surya dan Cicurug Theatre.
![]() |
"Kecuali bioskop Nusantara, segmen dia adalah penonton film-film India, ciri khasnya seperti itu. Lalu bioskop-bioskop lain menayangkan film Indonesia yang lebih ke dewasa yang tidak ditayangkan di bioskop Capitol," tutur Egon.
Pada masa kejayaannya, pemilik bioskop menggunakan mobil bak terbuka untuk promosi film baru. Mobil berkeliling kota dengan membawa poster besar sebagai gambaran film yang akan ditayangkan.
"Saya masih ingat dari mobil itu juga membagikan semacam flyer sinopsis singkat film," ucap Egon.
Era tersebut berganti setelah kepala daerahnya dipimpin Udin Koswara. Ia membangun pusat perbelanjaan modern pada 1993-1994. Konsepnya berupa bangunan dua lantai yang memadukan pasar swalayan dan tradisional.
Ada dua kemungkinan (bioskop bangkrut), pertama keping VCD dan kedua pemilihan tempat.I Hendy Faizal |
Perlahan bioskop-bioskop legendaris Sukabumi itu mulai padam seiring berdirinya Odeon 21, hak peredaran film diambil alih. Satu-persatu gulung tikar. Nasib serupa dialami Shopping dan Capitol. Mereka tak lagi bisa memutar film terbaru secara cepat, harus menunggu beberapa bulan.
Dua bioskop itu kalah dalam sisi fasilitas, kualitas dan konsep. Odeon yang menerapkan Cineplex atau sinema kompleks, bisa menayangkan beberapa judul film di studio berbeda. Konsep tersebut tentu jauh dengan bioskop terdahulu yang hanya memiliki satu ruang dengan beberapa kelas.
"Perlahan bioskop lain mulai padam, karena hak distribusi dimonopoli oleh 21. Mereka punya jeda penayangan sebelum dijatuhkan ke bioskop lain. Kalau sebelum datangnya 21, bioskop di Bandung jadi patokan, kalau ada film baru paling lama satu sampai dua minggu sudah tayang di Sukabumi. Setelah ada 21, jeda waktu makin panjang, bisa sampai dua bulan," tutur Egon.
![]() |
"Ada AC, kursi empuk, kualitas gambar dan surround yang bagus jelas melesat dibandingkan bioskop lainnya," ujar Egon.
![]() |
"Saya ingat, film terakhir yang saya tonton sebelum bioskop itu bangkrut adalah film Training Day, yang dimainkan oleh Denzel Washington," ucapnya.
"Ada dua kemungkinan (bioskop bangkrut), pertama keping VCD dan kedua pemilihan tempat. Kalau menurut saya lebih kepada pemilihan tempat yang kurang strategis, kita harus lewat Harun Kabir atau Cijangkar, suasana pasar dan PKL yang membuat jengah. Bioskop satu-satunya masa itu yang bertahan, akhirnya gulung tikar," ucap Egon menutup ceritanya.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini