OTT KPK ini terjadi pada Rabu (8/1). Ada 4 tersangka yang ditetapkan, yaitu Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, Saeful, dan mantan caleg PDIP Harun Masiku dari Dapil Sumsel I. KPK menjerat Saeful dan Harun sebagai pemberi suap, sedangkan Wahyu dan Agustiani sebagai penerimanya.
Harun disangkakan KPK memberikan suap ke Wahyu terkait PAW anggota DPR dari PDIP yang meninggal dunia, yaitu Nazarudin Kiemas. Nama Harun disebut didorong DPP PDIP untuk menggantikan Nazarudin. Bagaimana seharusnya pelaksanaan PAW itu?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjelaskan penggantian calon terpilih anggota DPR bisa dilakukan karena beberapa alasan. Salah satunya meninggal dunia.
Pasal 426
(1) Penggantian calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan apabila calon terpilih yang bersangkutan:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri;
c. tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR,DPD DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten/kota; atau
d. terbukti melakukan tindak pidana Pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Lalu, siapa yang berhak menggantikan caleg terpilih yang meninggal? Ayat selanjutnya menyebut bahwa yang berhak menggantikannya ialah caleg dengan suara terbanyak berikutnya. Pasal 426 ayat 3 berbunyi:
Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik Peserta Pemilu yang sama di daerah pemilihan tersebut berdasarkan perolehan suara calon terbanyak berikutnya.
UU Pemilu ini kemudian diturunkan menjadi dasar bagi Peraturan KPU (PKPU).
PKPU
Dijelaskan dalam PKPU No 3 Tahun 2019, caleg yang berhalangan tetap dibatalkan statusnya sebagai peserta Pemilu. Salah satu yang disebut berhalangan tetap ialah caleg yang meninggal.
Lebih lanjut, KPU lantas melaporkan caleg yang meninggal dunia. Hal ini disampaikan KPU kepada KPPS.
Pasal 37
Dalam hal terdapat calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat sejak ditetapkan sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota:
a. KPU melalui KPU Provinsi/KIP menyampaikan calon anggota DPR dan DPD yang meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat, kepada KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk disampaikan kepada KPPS melalui PPK dan PPS;
Kendati demikian, suara untuk caleg yang meninggal dunia itu tetap sah sebagai suara parpol. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 54:
Pasal 54
(5) Tanda coblos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diatur sebagai berikut:
k. tanda coblos pada 1 (satu) kolom yang memuat nomor urut calon, nama calon atau tanpa nama calon disebabkan calon tersebut meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon, dinyatakan sah untuk Partai Politik;
m. tanda coblos pada 1 (satu) kolom yang memuat nomor urut calon, atau nama calon, atau tanpa nama
calon yang disebabkan calon tersebut meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat serta tanda coblos pada 1 (satu) kolom yang memuat nomor urut calon, atau nama calon dari Partai Politik yang sama, dinyatakan sah untuk calon yang masih memenuhi syarat;
Putusan MA
Pada 24 Juni 2019 (sebelum pelaksanaan penetapan calon terpilih), DPP PDI Perjuangan mengajukan judicial review PKPU Nomor 3 kepada Mahkamah Agung (MA), yakni terhadap ketentuan Pasal 54 ayat (5) huruf k dan Pasal 55 ayat (3) Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019.
Terhadap pengajuan PDIP tersebut, MA memutuskan melalui Putusan MA Republik Indonesia Nomor 57P/HUM/2019 tertanggal 19 Juli 2019 bahwa permohonan pemohon dikabulkan sebagian, dengan amar putusan antara lain berbunyi sebagai berikut:
"...dinyatakan sah untuk calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk Partai Politik bagi calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk Partai Politik bagi calon yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon,"
Polemik PAW Harun Masiku
Untuk Kasus Harun Masiku ini, KPU dan PDIP berbeda pandangan. KPU telah mencoret nama Nazarudin Kiemas karena meninggal dunia. KPU berpedoman pada PKPU No 3 Tahun 2019. KPU memilih Riezky Aprilia, yang merupakan caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak setelah Nazarudin.
Versi PDIP, parpol pemenang Pemilu 2019 itu tetap berpedoman pada putusan MA. PDIP meminta suara sah calon yang telah meninggal dunia atas nama Nazarudin Kiemas dialihkan ke Harun Masiku dengan alasan itu adalah hak parpol.
KPU tetap tidak bisa mengakomodasi permintaan PDIP. Sebab, KPU menilai permintaan PDIP tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. KPU menilai amar putusan MA juga tidak secara eksplisit memerintahkan hal yang diminta oleh PDIP.
Pada akhirnya, Riezky dilantik menjadi anggota DPR pada 1 Oktober 2020. Nah, Harun ternyata masih tidak terima. Ia terus bergerilya agar bisa ke Senayan. Hingga akhirnya usaha itu terendus KPK dan terjadilah serangkaian OTT oleh KPK. Harun kini masih jadi buron. Menurut data Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Harun Masiku diketahui terbang ke luar negeri pada 6 Januari 2019, dua hari sebelum OTT digelar.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini