Jakarta - Perselisihan
China dan
Indonesia tentang klaim perairan
Laut Natuna terus bergulir. Bahkan nelayan-nelayan China bermanuver mencari ikan dikawal oleh kapal penjaga pantai (Coast Guard) China. Kawasan yang diperselisihkan ini merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Natuna.
Untuk diketahui, Indonesia berpijak pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Pada 2016, pengadilan internasional tentang Laut China Selatan menyatakan klaim 9 Garis Putus-putus sebagai batas teritorial laut Negeri Tirai Bambu itu tidak mempunyai dasar historis.
Indonesia sudah menutup pintu negoisasi dengan China. Indonesia telah mengirimkan pasukan TNI untuk mengusir kapal-kapal China yang bertahan di perairan laut Natuna.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Indonesia hanya bisa menegakkan hukum di wilayah perairan itu. Indonesia mengusir kapal-kapal itu bukan melalui perang. Sebab, wilayah yang dimasuki oleh kapal China itu ialah wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Natuna Utara. Natuna Utara adalah hak berdaulat berupa ZEE dan bukan tentang kedaulatan.
Sekilas Tentang ZEE IndonesiaMerujuk pada paper berjudul 'The United Nations Convention on the Law of the Sea (A historical perspective)' yang disampaikan dalam peringatan "The International Year of the Ocean" pada tahun 1998, wilayah laut dibagi menjadi tiga bagian. Yaitu laut teritorial, ZEE dan landas kontinen.
Laut teritorial (territorial sea) ialah perairan selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan di mana Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah laut, dasar laut, subsoil (lapisan tanah bawah), dan udara di atasnya berikut sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
Indonesia mempunyai kewajiban untuk menjamin terselenggaranya hak lintas damai baik melalui alur-alur kepulauan maupun alur-alur tradisional untuk pelayaran internasional.
Sedangkan, ZEE adalah perairan laut selebar 200 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan atau 188 mil laut diukur dari batas luar laut teritorial. Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati, yang terkandung di perairan, dasar laut, dan subsoil,
pendirian bangunan laut, penelitian ilmiah kelautan, dan perlindungan lingkungan laut.
Perairan ZEE berstatus laut lepas, demikian juga status udara di atasnya. Di wilayah tersebut berlaku kebebasan bagi pelayaran dan penerbangan. Ketentuan-ketentuan hukum mengenai ZEE diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1983.
Selanjutnya, landas kontinen (continental shelf) adalah wilayah dasar laut termasuk subsoil yang merupaΒkan kelanjutan alamiah dari daratan pulau-pulau Indonesia. Bila kelanjutan alamiah tersebut bersifat landai, maka batas terluar landas kontinen ditandai dengan adanya continental slope atau continental rise.
ZEE: Laut Lepas, Kegiatan Eksplorasi Harus Dengan Izin Berdasarkan Pasal 4 UU No 5 Tahun 1983, Indonesia memiliki hak untuk eksplorasi dan eksploitasi di kawasan ZEE. Pelayaran dan penerbangan internasional bebas dilakukan asalkan sesuai dengan hukum internasional yang berlaku.
Negara lain pun diperbolehkan mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam di kawasan ZEE, dengan syarat meminta izin terlebih dahulu ke pemerintah RI. Hal ini termaktub dalam Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi:
Pasal 5(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 4 ayat (2), barang siapa melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam atau kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi ekonomis seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, harus berdasarkan izin dari Pemerintah Republik Indonesia atau berdasarkan persetujuan internasional dengan Pemerintah Republik Indonesia dan dilaksanakan menurut syarat-syarat perizinan atau persetujuan internasional tersebut.
Jika ada kapal negara lain yang melanggar ketentuan ini, maka hal ini termasuk tindakan pidana. Penegakkan hukum dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. Bukan dengan cara melawannya melalui perang. Ketentuan pidana ini diatur dalam Pasal 16:
Pasal 16(1) Barangsiapa melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, dan Pasal 7 dipidana dengan pidana denda setinggi-tingginya Rp225.000.000,- (dua ratus dua puluh lima juta rupiah).Sebelumnya, Guru Besar UI bidang Hukum Internasional, Prof Hikmahanto Juwana, sudah meluruskan mispersepsi terkait perselisihan laut Natuna. Dia mengatakan ada kesalahpahaman mengenai Coast Guard China dan wilayah kedaulatan Indonesia.
"Di masyarakat dan berbagai media mempersepsikan bahwa Coast Guard China memasuki wilayah kedaulatan Indonesia. Padahal persepsi demikian tidak benar. Sejumlah kejadian menunjukkan Coast Guard China dan kapal-kapal nelayan China memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Natuna Utara," kata Hikmahanto dalam keterangannya, Senin (6/1/2020).
Hikmahanto lantas menjelaskan mengenai ZEE. Menurut dia, ZEE tidak berada di laut teritorial tetapi di laut lepas (high seas).
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan Indonesia dan China tidak dalam suasana perang terkait pelanggaran ZEE oleh China. Mahfud menegaskan Laut Natuna adalah wilayah teritorial Indonesia sehingga tak ada negosiasi dengan China.
"Yang jelas, kita tidak dalam suasana berperang. Karena memang kita tidak punya konflik dengan China," ujar Mahfud di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2019).
"Jadi tidak ada perang, tetapi tidak ada nego. Karena kalau nego berarti kita mengakui itu milik bersama. Ini sudah finallah secara internasional," lanjutnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini