Fenomena Pertemuan Angin yang Bikin Cuaca Ekstrem

Mesin Waktu

Fenomena Pertemuan Angin yang Bikin Cuaca Ekstrem

Pasti Liberti Mappapa - detikNews
Jumat, 03 Jan 2020 16:30 WIB
Foto: Cuaca ekstrem di Jakarta (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jakarta - Pertengahan Januari 2013 lalu air bah dari luapan Kali Ciliwung merendam pusat kota Jakarta. Saat itu menurut analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah terjadi fenomena Inter-Tropical Convergence Zone (ITCZ) di bagian utara Pulau Jawa.

Fenomena atmosfer ini terulang lagi pada awal Januari 2020. Akibatnya Jakarta dan kota-kota sekitarnya di Jawa Barat serta Banten kembali diterjang banjir setelah diguyur hujan dengan intensitas sangat tinggi.


Bahkan menurut BMKG curah hujan terukur mencapai 377 milimeter (mm) per hari terekam di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Intensitas ini merupakan yang tertinggi sejak adanya pencatatan mulai 154 tahun yang lalu. Pada 2015 lalu curah hujan tertinggi di Jakarta pernah mencapai 367 mm.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fenomena ITCZ tersebut dipengaruhi oleh penguatan aliran angin dari utara ke selatan. Kepala Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin dalam blognya tdjamaluddin.wordpress.com menjelaskan bahwa angin sesungguhnya adalah fenomena pemindahan massa udara dari daerah tekanan tinggi ke daerah tekanan rendah.

Musim panas di belahan Selatan menyebabkan tekanan udara di kawasan tersebut relatif lebih rendah daripada wilayah musim dingin di belahan Utara. "Maka udara mengalir dari Utara ke Selatan yang kita kenal sebagai angin pasat Asia atau monson udara," tulis doktor astronomi lulusan Kyoto University itu.


Tonton juga Cegah Banjir di Jabodetabek, BPPT Siap Modifikasi Cuaca :



Djamaluddin menuturkan aliran udara itu disertai pergeseran zona pertemuan angin dari Utara dan dari Selatan ke bagian selatan garis ekuator. Zona itu yang kemudian disebut Inter-Tropical Convergence Zone atau zona pembentukan awan lintas tropik.

"Adanya zona konvergensi (ITCZ) itulah yang menyebabkan Indonesia banyak tertutup awan yang berarti juga banyak hujan. Itulah musim hujan di Indonesia," tulis Profesor riset Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) itu.


Posisi zona pembentukan awan lintas tropik ini kemudian akan bergeser ke utara seiring mendekati pertengahan tahun. Menurut Djamaluddin, zona itu mencapai posisi paling utara sekitar bulan Juli yang dari segi waktu merupakan puncak musim kemarau.

"Bergesernya daerah konvergensi ke Utara, maka daerah pembentukan awan di wilayah Indonesia juga berkurang. Inilah yang menyebabkan berkurangnya hujan saat musim kemarau," tulis ilmuwan yang lahir di Purwokerto, Jawa Tengah 57 tahun yang lalu itu.

Selain fenomena ITCZ, cuaca ekstrem juga dapat terbentuk karena fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO). MJO adalah kondisi pola pergerakan awan dan angin periodik yang bergerak sepanjang wilayah tropik dari barat ke timur dengan periode sekitar 40-50 harian.

"Namun kondisi dinamika atmosfer itu tidak selalu aktif," tulisnya. Dampak MJO tersebut bisa berupa penguatan pembentukan awan yang memicu cuaca ekstrem atau sebaliknya pengurangan pembentukan awan yang menyebabkan jeda hujan saat musim hujan.
Halaman 2 dari 3
(pal/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads