Tak Terima Jadi Tersangka, Eks Sekretaris MA Nurhadi Gugat KPK

Tak Terima Jadi Tersangka, Eks Sekretaris MA Nurhadi Gugat KPK

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 31 Des 2019 16:26 WIB
Nurhadi (Ari/detikcom)
Jakarta - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi tidak terima dia dijadikan sebagai tersangka kasus korupsi Rp 46 miliar oleh KPK. Nurhadi menunjuk pengacara Maqdir Ismail menggugat KPK lewat jalur praperadilan agar status tersangkanya gugur.

"Kami sudah mendaftarkan. Sidang pertamanya nanti 6 Januari 2020," kata Maqdir saat berbincang dengan detikcom, Selasa (31/12/2019).


Maqdir akan menyangkal berbagai sangkaan KPK atas kliennya tersebut. Namun, terkait materi praperadilan, Maqdir baru akan membukanya di sidang nanti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk materi praperadilan, nanti saja," ujar Maqdir.

Menurut Maqdir, kliennya sangat kaget dengan status tersangka itu. Sebab, selama ini diperiksa untuk kasus suap Panitera PN Jakpus Edy Nasution. Namun malah jadi tersangka di kasus baru.

"Kaget sekali, klien saya tidak pernah diperiksa. Kalau diperiksa itu untuk perkara lain," ucap Maqdir.


Simak Video "Eks Sekretaris MA Nurhadi Jadi Tersangka Suap Pengurusan Perkara"

[Gambas:Video 20detik]




KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi. Total uang yang diduga diterima Nurhadi sekitar Rp 46 miliar dari PT MIT. Ia menjadi tersangka bersama mantunya, Rezky Herbiyono.

"Mantunya itu pengusaha. Kerja sama dengan orang lain untuk investasi. Lalu uang dikembalikan," kata Maqdir lagi.

Versi KPK, uang itu adalah uang yang diberikan PT MIT agar Rezky mengurus perkara di MA lewat Nurhadi. Hal ini dinilai Maqdir tidak masuk akal.

"Kalau buat suap, lha wong perkaranya kalah. Pengusaha mana yang mau," tutur Maqdir.

Salah satu sangkaan KPK juga Nurhadi menerima gratifikasi sejumlah uang terkait pengurusan perwalian. Menurut Maqdir, hal itu tidak logis karena perwalian tidak diurus sampai ke Mahkamah Agung (MA).

"Katanya untuk mengurus perwalian sampai miliaran rupiah, nggak masuk akal. Perwalian itu kan datang ke notaris, tetapkan siapa-siapa, tetapkan walinya, Kok ngurusnya ke MA? kan nggak mungkin," pungkas Maqdir.


Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi. Nurhadi diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan perkara perdata di MA. Selain urusan suap, Nurhadi disangkakan KPK menerima gratifikasi berkaitan dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK (peninjauan kembali) di MA. Penerimaan gratifikasi itu tidak dilaporkan KPK dalam jangka 30 hari kerja.

"Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang di penyidikan dan persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dalam perkara suap terkait pengurusan perkara yang dilakukan sekitar tahun 2015-2016 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yang tidak dilaporkan dalam jangka waktu maksimal 30 hari kerja ke KPK," ujar Saut Situmorang yang saat itu masih aktif sebagai Wakil Ketua KPK di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, pada Senin, 16 Desember 2019.
Halaman 2 dari 2
(asp/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads