"Mendesak Kemendagri menerbitkan izin pemeriksaan kepada tersangka Wakil Bupati Buton Utara dalam kerangka mendukung komitmen good governance yaitu pemerintah yang efektif, efisien, transparan, akuntabel dan bertanggungjawab dalam menjunjung asas praduga tak bersalah dalam proses penegakan hukum," ujar Komisioner KPAI bidang Trafficking dan Eksploitasi, Ai Maryati Solihah kepada wartawan, Senin (23/12/2019).
Izin pemeriksaan terhadap pimpinan daerah diatur dalam Pasal 90 ayat 1 - ayat 4 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Disebutkan, tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan dapat dilakukan melalui persetujuan tertulis dari Mendagri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Proses hukum ini perlu menjadi perhatian dari semua pihak, guna komitmen perlindungan anak dan penyelesaian hukum secara tepat," sambung Ai Maryati.
KPAI mengapresiasi Polres Muna yang menetapkan tersangka baru kasus eksploitasi anak ini. Diharapkan tindakan Polres Muna menjadi tolok ukur baik dalam penegakan hukum.
Selain itu, KPAI juga mendorong LPSK untuk proaktif dengan memberikan perlindungan pada saksi dan korban termasuk pendampingan kuasa hukum. Sebab dikhawatirkan ada upaya intervensi dalam proses hukum terkait kasus ini.
Polres Muna mulanya menetapkan seorang muncikari berinisial L alias T. L alias T inilah yang diduga menjual anak perempuan ke Wakil Bupati Buton Utara.
"Dari saksi korban (dijelaskan) dikasih pengguna Rp 2 juta lalu diambil muncikari Rp 1 juta. Yang kedua, korban diberikan Rp 500 ribu, diambil muncikari Rp 200 ribu," kata Kapolres Muna AKBP Debby Asri Nugroho.
Dari sini, polisi mengembangkan penyidikan hingga menetapkan Wakil Bupati Buton Utara sebagai tersangka. Polisi menyebut eksploitasi seksual terhadap anak ini dilakukan tersangka pada Juni 2019.
Kasusnya ditangani setelah keluarga korban melapor ke Polsek Bonegunu pada 26 September 2019. Wakil Bupati Buton Utara disangkakan melakukan pidana pada Pasal 76 I UU Perlindungan Anak. (fdn/fjp)