"Ndak ada islamofobia di Indonesia itu. Islamofobia kan orang malu dengan Islam. Pejabat-pejabat kita bangga dengan Islam. Bu Sri Mulyani puasa Senin-Kamis rajin, puasa rajin. Tidak pernah menjelekkan orang lain yang bukan Islam. Panglima, Presiden, Kapolri tidak islamofobia, tapi melaksanakan tugas. Islamofobia itu orang yang takut Islam, ditindas, padahal tidak ditindas," kata Mahfud di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Mahfud, radikalisme tidak perlu lagi diperdebatkan. Sebab, dia menjelaskan secara hukum radikalisme memiliki artian negatif.
"Radikalisme itu diperdebatkan katanya sih. Menurut saya, tidak ada yang perlu diperdebatkan. Kan ada bilang radikalisme itu bagus, radikalisme itu jelek, dan sebagainya. Kalau bicara dari sudut hukum, tentu itu ada arti spekulatif yang dipakai itu yang mana dari sekian banyak arti itu. Bagi kita yang dipakai secara hukum itu radikalisme yang jelek," paparnya.
Radikalisme, lanjut Mahfud, memiliki arti suatu pola pikir perubahan yang mendasar yang substantif. Namun, arti lainnya, radikalisme itu salah satu sikap untuk melawan kekuatan dengan cara kekerasan.
Tonton juga Keluh Mahfud soal Hukum di Indonesia: Pasal Dibuat karena Pesanan :
Untuk itu, pihaknya melakukan pertemuan dengan BPIP untuk menyamakan persepsi tentang ideologi-ideologi tersebut.
"Kita akan samakan dulu persepsi tentang itu dan ukuran-ukurannya agar tidak sembarang orang radikal-radikulkan. Kan gitu kalau kata social media, jadi harus ada ukuran terukur dan kita juga," jelas Mahfud.
Nantinya, Mahfud juga akan melakukan diskusi terbuka terkait ideologi radikalisme secara lintas kementerian.
"Akan ada diskusi terbuka. Bukan doktrin lagi," katanya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini