"Tentu saja capaian yang kami sampaikan kali ini merupakan sebuah hasil yang kolaborasi yang sangat produktif dan juga kuat antara semua elemen Komnas Perempuan dan juga mendapatkan dukungan dari pihak-pihak di luar Komnas Perempuan, baik itu di kalangan masyarakat sipil ataupun dukungan dari negara itu sendiri," kata Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh, di Hotel Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada periode ini capaian yang menonjol dalam konteks ini adalah Komnas Perempuan berhasil membuat peta baru, peta baru terkait dengan pemenuhan hak konstitusional perempuan di wilayah konflik dan juga pasca konflik," kata Riri.
"Kami melakukan revisit. Kami sebut sebagai revisit atau tinjau ulang terkait dengan bagaimana kondisi para korban dan juga kebijakan-kebijakan yang dimunculkan oleh negara untuk merespon konflik-konflik yang ada di semua wilayah di Indonesia," sambungnya.
Riri juga mengatakan Komnas Perempuan telah melakukan riset kualitatif tentang persoalan pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan. "Kami juga di dalam periode ini telah melakukan sebuah riset indepth research dan juga riset kualitatif terkait dengan T2GT atau pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan," ujar Riri.
Pencapaian lain yang disebutkan dalam periode ini adalah terkait kasus Mary Jane Veloso. Komnas perempuan berhasil memberikan kesadaran publik terkait kerentanan pekerja migran.
"Komnas Perempuan berhasil mengungkap isu-isu terselubung untuk kemudian disampaikan ke publik dan negara. Beberapa contoh adalah terkait dengan isu Mary Jane Veloso, kasus buruh migran yang mendapatkan hukuman mati dimana Komnas Perempuan berhasil membuat, mewacanakan kesadaran publik terkait dengan kerentanan pekerja migran dari trafficking yang kemudian mencegah mereka mendapatkan hukuman mati," terang Riri.
Selain itu, Riri mengatakan Komnas Perempuan selalu konsisten melakukan kerjasama dengan institusi-institusi strategis. Dua lembaga di antaranya adalah Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) dan Kementerian Agama.
"Lima tahun ini kami membangun MoU dengan Lemhanas dan juga dengan kementerian agama, utamanya untuk meng-adress isu-isu terkait dengan kekerasan terhadap perempuan di perguruan tinggi," katanya.
Sementara itu, Komnas Perempuan juga memberikan beberapa rekomendasi untuk meningkatkan pemberdayaan pada perempuan. Rekomendasi ini diberikan kepada Presiden Republik Indonesia, DPR RI dan Pemerintahan Pusat, Pemerintah Pusat dan Daerah, Institusi Penegak Hukum, serta Masyarakat Sipil.
Berikut rekomendasi Komnas Perempuan Periode 2015-2019 untuk Presiden Republik Indonesia:
1. Meningkatkan kapasitas Penyelenggara Negara dalam menerapkan prinsip non-diskriminasi, kesetaraan substantif dan kewajiban negara pada seluruh penyelenggaraan tanggung jawab Lembaga Negara, guna memastikan terpenuhinya hak setiap warga untuk bebas dari kekerasan dan diskriminasi, termasuk dalam hal ini menghentikan segala bentuk pembiaran terhadap kekerasan berbasis gender dan diskriminasi terhadap perempuan, baik yang dilakukan oleh penyelenggara negara, masyarakat maupun korporasi.
2. Memperkuat pengetahuan dan pemahaman tentang peran dan fungsi Lembaga HAM terutama lembaga HAM khusus (Komnas Perempuan), dalam tata kelola negara, dimana paska amandemen Konstitusi Negara perlu dilengkapi dengan mekanisme HAM yang berfungsi untuk memastikan terselenggaranya tanggung jawab Negara terutama Pemerintah dalam pemajuan, penegakan, pelindungan dan pemenuhan HAM.
3. Melanjutkan tanggung jawab negara dalam menuntaskan pelanggaran HAM di masa lalu termasuk dengan menggunakan prinsip transitional justice untuk memastikan hak korban atas kebenaran, keadilan, pemulihan dan jaminan ketidakberulangan.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini