Seperti dilansir AFP, Kamis (19/12/2019), Jewher berharap penghargaan 'Shakarov Prize' itu dapat membantu ayahnya yang divonis penjara seumur hidup sejak 2014 karena 'separatisme'. Vonis ini memicu protes dari pemerintah asing dan organisasi hak asasi manusia (HAM). Jewher mengatakan dirinya tak tahu apakah ayahnya masih hidup.
"Terakhir kali saya mendengar tentang ayah saya adalah 2017, itu juga terakhir kali kunjungan keluarga diberikan kepada ayah saya," kata Ilham kepada AFP sebelum menerima hadiah di Parlemen Eropa di Strasbourg, Prancis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi itu juga terakhir kali keluargaku melihatnya. Aku bahkan tidak tahu apakah dia masih hidup," tambahnya
Jewher Ilham mengatakan pembebasan pembuat film Ukraina Oleg Sentsov-yang juga memenangkan Hadiah Sakharov saat berada di balik jeruji besi-memberinya harapan untuk ayahnya.
"Saya baru saja diberitahu bahwa salah satu penerima hadiah Sakharov baru-baru ini dibebaskan dari penjara. Saya berharap hal yang sama terjadi pada ayah saya," katanya.
Parlemen Eropa memuji profesor ekonomi itu sebagai "suara moderasi dan rekonsiliasi" ketika mengumumkan penghargaan pada Oktober. Beijing sendiri mengecam langkah itu dengan menyebut Tohti sebagai "teroris".
China menghadapi kecaman internasional karena membangun jaringan kamp yang luas di wilayah barat Xinjiang yang ditujukan kepada penduduk Uighur. Diketahui, penduduk Uighur sebagian besar Muslim dan berbicara bahasa Turki untuk mencerminkan budaya Han yang merupakan mayoritas China.
Kelompok-kelompok HAM dan para ahli mengatakan lebih dari satu juta warga Uighur dan orang-orang dari etnis minoritas Muslim lainnya telah ditangkap dan ditempatkan di kamp-kamp di wilayah yang dikontrol ketat.
Tohti mengelola situs web UighurOnline, yang berisi tulisan dalam bahasa Uighur dan China tentang masalah sosial. Dia mendapatkan ketenaran sebagai suara moderat yang menarik perhatian pada ketegangan etnis di wilayah tersebut.
Jewher mengatakan tuduhan terhadap ayahnya "tidak pernah mengatakan sepatah kata pun tentang memisahkan negara". Dia menegaskan ayahnya hanya ingin memperbaiki situasi di Xinjiang dengan memupuk pemahaman yang lebih besar antara masyarakat.
"Ayah saya membuat situs web untuk membuat platform bagi warga Uighur, China, dan minoritas lainnya untuk mem-posting artikel dan pemahaman mereka secara bebas di situs web dan bergabung dengan forum diskusi," katanya.
Kepala diplomatik Uni Eropa Josep Borrell lewat cuitan di akun Twitter-nya menyatakan pihaknya akan terus mendukung dan "menjunjung tinggi, berdiri dan mengambil tindakan untuk hak asasi manusia".
"Kami akan terus mendukung mereka yang memperjuangkan hak asasi manusia, di seluruh dunia," kata Borrel.
Kontroversi Uighur kembali mencuat setelah penyiar negara China menarik pertandingan Arsenal-Manchester City dari programnya setelah komentar oleh gelandang klub London Mesut Ozil.
Ozil, seorang Jerman asal Turki, mengutuk tindakan keras China terhadap warga Uighur dan minoritas lain di wilayah barat dalam sebuah tweet pada hari Jumat. Dia juga mengkritik negara-negara Muslim karena gagal berbicara menentang pelanggaran.
Beijing mengatakan pesepakbola itu "ditipu oleh berita palsu". Namun Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mendukung Ozil, dengan mengatakan "kebenaran akan menang" tentang Xinjiang.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini