Jakarta -
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengganti sistem Ujian Nasional (UN) dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
Kemendikbud mengatakan penggantian sistem UN ini bukan kajian coba-coba.
"Jadi pengganti asesmen berbasis kompetensi, penalaran ini sudah dirintis. Kita sudah punya embrionya sejak awal dan sudah mulai dilakukan uji coba. Jadi nggak coba-coba. Sangat berbahaya pendidikan itu coba-coba," kata Kepala Balitbang Kemendikbud Totok Suprayitno, di fX Sudirman, Jalan Jenderal Sudirman, Gelora, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Totok mengatakan Kemendikbud bukan hanya sekadar melakukan kajian. Namun juga telah melakukan uji coba praktek, salah satunya seperti program Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI).
"Tidak sekadar kajian tapi sudah praktek. Sudah praktek di antaranya mirip AKSI," ucap Totok.
Menurut Totok sistem pendidikan saat ini kurang melatih kompetensi penalaran anak. Dia yakin asesmen pengganti UN yang baru ini lebih fokus mengarah pada penguasaan kompetensi penalaran.
"Kami punya keyakinan kalau asesmen model ini yang mengarahkan pada penguasaan kompetensi bernalar, ini sesuai kaidah-kaidah pendidikan. Pendidikan itu tidak hanya menguasai konten mata pelajaran. Pendidikan itu sebuah proses melatih berpikir anak. Dan ini yang selama ini kurang," ujar Totok.
Totok juga menegaskan anggaran UN saat ini bukan alasan utama dalam kajian pengganti UN. Menurutnya, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter nantinya juga akan membutuhkan anggaran.
"Apakah itu (pengganti UN) tidak berbiaya? Berbiaya. Jadi biaya bukan alasan utama untuk mengganti UN untuk menjadi asesmen karakter dan literasi dan numerasi ini. Kalau soal biaya sebenarnya UN pun hanya berapa ribu peranak. Jadi pertimbangan biaya bukan alasan untuk mengganti ini," jelas Totok.
Lebih lanjut, Totok menjelaskan bentuk Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter akan bervariasi. Mulai dari pilihan ganda, pilihan benar salah, hingga pilihan esai.
"Untuk pengganti UN, asesmen kompetensi itu dimulai tahun 2021. Bentuknya tetap ada multiple choice, ada multiple choice kompleks, benar salah itu kan multiple choice kompleks juga, jadi nggak hanya sekadar memilih A, B, C. Benar salah juga, mengurutkan, misalnya. Jadi multiple choice kompleks, diupayakan juga isian, dan jika memungkinkan ada sedikit esai. Tapi ini masih dalam pengembangan ya," tutur Totok.
Totok mengatakan konsep UN saat ini hanya terpaku pada soal pilihan ganda. Menurut Totok ini merupakan bentuk belenggu dalam proses belajar yang tidak seusai dengan ide dari 'Merdeka Belajar'.
"Jangan selalu mutliple choice. Kalau bukan kuncinya guru pasti salah. Itu salah satu belenggu dan melawan merdeka belajar tadi. Dan tidak sesuai ide merdeka belajar," tutur Totok.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini