Adalah Muntadhar al-Zaidi, seorang jurnalis Irak, yang nekat melempar pemimpin negara adidaya itu. Dia rela mengorbankan sepasang sepatu kulitnya demi hal itu. "Ini ciuman perpisahan dari rakyat Irak," teriak Zaidi seraya melempar sepatunya.
Bush dengan cekatan merunduk. Lemparan itu pun luput. Namun Zaidi, yang bekerja sebagai reporter untuk stasiun televisi Al-Baghdadia, kembali mengambil sepatunya yang lain lalu melemparkannya lagi. "Ini dari janda-janda, yatim piatu, dan semua yang terbunuh di Irak!" teriaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perdana Menteri Irak Nouri al- Maliki, yang berdiri di samping Bush, berusaha menangkap sepatu tersebut. Bush bisa berkelit dan lemparan itu juga tak tepat sasaran, hanya mengenai bendera Amerika Serikat yang berada di belakang Bush.
Kejadian itu berlangsung kilat, tak lebih dari 5 detik. Sejumlah pengawal Maliki dan Bush bergerak menjatuhkan Zaidi ke lantai. Setelah Zaidi diseret ke luar ruangan, konferensi pers itu pun tetap berlanjut.
Dalam budaya Irak, melempar sepatu kepada seseorang adalah tanda penghinaan. Rakyat Irak melempari patung Saddam Hussein dengan sepatu mereka setelah marinir Amerika Serikat menumbangkannya ke tanah setelah invasi pada 2003.
"Yang bisa saya laporkan," ujar Bush bercanda setelah kejadian itu seperti yang dilaporkan Associated Press, "(Sepatu itu) ukuran 10." Zaidi lali dijebloskan dalam penjara. Sejumlah aksi unjuk rasa terjadi menuntut pembebasannya.
Akibat ulahnya itu, Zaidi harus mendekam selama 9 bulan dalam tahanan. Namun dia juga dianggap sebagai pahlawan dan menjadi simbol perlawanan pada imperialisme barat. Seorang pengusaha Arab Saudi bahkan menawar sepatunya dengan harga USD 10 juta. Tapi sepatu itu sudah dimusnahkan pihak keamanan.
The Washington Post melaporkan, seorang tukang sepatu di Turki bernama Ramazan Baydan, yang mengaku sebagai pembuat sepatu Zaidi itu, mengatakan menerima order seribu pesanan sepatu sejenis dalam waktu satu minggu. Model sepatu itu kemudian diberi nama 'Sepatu Bush'.
Peristiwa itu juga mengilhami pengembang game untuk membuat game berbasis web yang berjudul 'Sock and Awe'.
Setelah bebas, Zaidi mendirikan badan amal untuk menolong anak-anak Irak yang kehilangan orang tua akibat invasi koalisi Amerika Serikat pada 2003. Pria kelahiran 1979 itu juga mencalonkan diri sebagai anggota parlemen pada pemilu Mei 2018.
"Tujuan dan alasan utama sebenarnya di balik pencalonan saya adalah untuk menyingkirkan para koruptor, dan untuk mengusir mereka dari negara kita," ujar Zaidi kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
Saat itu, Zaidi mencalonkan diri sebagai kandidat dari Aliansi Sairoun, sebuah koalisi yang dipimpin oleh ulama Syiah, Muqtada al-Sadr, yang beraliansi dengan Partai Komunis Irak. Namun Zaidi gagal terpilih.
Kontroversi Zaidi tak berhenti di situ. Di balik sosoknya yang dianggap pahlawan itu, Zaidi dituding sebagai pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Diana Moukalled, seorang jurnalis senior, dalam sebuah artikel opini di Arabnews menyebut istri Zaidi, yang bernama Mariam Yaghi, pernah memajang foto wajahnya yang berlumuran darah di Facebook pada 2016.
Yaghi, perempuan Libanon yang berprofesi sebagai wartawan, menurut Moukalled, menyebut luka-luka itu didapatkan karena kekerasan yang dilakukan Zaidi.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini