Jakarta - Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia meminta publik menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatasi
eks koruptor maju pilkada setelah lima tahun keluar dari penjara. Doli mengatakan keputusan itu dapat menjadi rujukan baru untuk gelaran Pilkada 2020.
"Saya kira gini pertama kita harus menghormati apapun yang diputuskan oleh MK, dan saya kira itu bisa dijadikan rujukan baru dasar hukum bagi KPU untuk melakukan perubahan dalam PKPU-nya untuk menghadapi pilkada 2020," kata Doli di kompleks MPR/DPR, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Doli menilai putusan MK ini tidak dapat langsung dimasukkan di dalam revisi UU Pilkada. Sebab, Doli mengkhawatirkan waktu untuk merevisi UU Pilkada tak terkejar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk menghadapi Pilkada 2020 ini kalau pertanyaannya adalah apakah mungkin dilakukan revisi UU apalagi sekadar memasukkan itu, tidak mungkin lagi, karena pilkada tahun 2020 ini sudah running tahapannya sudah berjalan, kalau nanti kita membuka revisi takutnya nggak kekejar, nanti dasar hukumnya Pilkada 2020 nanti bisa dipertanyakan," ujarnya.
Keputusan MK sendiri menurut Doli sudah menjadi dasar hukum untuk gelaran pilkada. Doli mengatakan KPU sudah bisa mengubah peraturannya untuk Pilkada 2020.
"Tapi kalau soal yang berkaitan dengan eks napi koruptor dengan putusan MK itu saya kira KPU sudah bisa punya dasar hukum untuk melakukan revisi kembali dalam PKPU-nya," imbuhnya.
Sebelumnya, MK menyatakan UU 10 tahun 2016 pasal 7 ayat 2 huruf bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Dalam putusannya, MK memutuskan melakukan pengubahan bunyi untuk pasal 7 ayat 2 huruf g. Di mana dalam pengubahan disebutkan, pencalonan dapat dilakukan bagi mantan terpidana yang telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana.
Berikut isi perubahan pasal sesuai putusan MK:
g.1 tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap pidana yang melakukan tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik. dalam suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif, hanya karena pelakunya memiliki pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.2. bagi mantan terpidana yang telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jatidirinya sebagai mantan terpidana dan 3. bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini