Penyandang Disabilitas Kembali Gelar Aksi Terkait Polemik Wyata Guna

Penyandang Disabilitas Kembali Gelar Aksi Terkait Polemik Wyata Guna

Dony Indra Ramadhan - detikNews
Rabu, 11 Des 2019 16:31 WIB
Penyandang disabilitas menggelar aksi terkait perubahan status Wyata Guna, Kota Bandung, dari panti menjadi balai. (Dony Indra Ramadhan/detikcom)
Bandung - Sejumlah penyandang disabilitas kembali melakukan aksi menyangkut beralihnya status Wyata Guna dari panti menjadi balai. Mereka menilai, dengan alih status itu, mereka tak akan mendapatkan pendidikan yang layak.

Aksi dilakukan di depan Gedung Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (11/12/2019) siang. Mereka beraksi sambil membentangkan spanduk besar bertulisan 'KEMBALIKAN FUNGSI WYATA GUNA MENJADI PANTI. Cabut Permensos Nomor 18 Tahun 2018'.


Salah seorang peserta, Aris (25), mengatakan aksi tersebut sudah sering dilakukan. Namun selama ini belum ada solusi atau jawaban terkait tuntutan mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami sudah beberapa kali adain aksi, belum ada perubahan apa-apa. Di Hari Disabilitas, ada suara aspirasi untuk menjadi prioritas agar bisa terealisasi. Tuntutan kami, ubah Wyata Guna menjadi panti, bukan balai," ujar Aris di sela-sela aksi.

Aris mengatakan, dengan adanya kebijakan tersebut, dia dan rekan-rekannya mengaku kesulitan mendapat pelatihan yang biasanya didapatkan. Dalam Permensos itu, sambung Aris, pelatihan dibatasi hanya 6 bulan.

"Nggak cuma waktunya saja hanya enam bulan, sedangkan tahunan, kalau dari SD sampai perguruan tinggi durasinya tahunan. Terus pendidikan keterampilan seperti pijat untuk sekarang bingung, karena di luar banyak yang nggak nerima karena persoalan kualitas," tuturnya.


Hal senada diungkapkan oleh Dian Wardiana (20). Menurutnya, dengan adanya aturan tersebut, layanan pelatihan dipotong. Hal itu membuat keterampilan mereka tidak akan maksimal.

"Sebetulnya bukan tidak terpenuhi, tapi ada hak fasilitas yang dihilangkan. Kalau layanan panti, ada pijat massage dan siatsu minimal 2 tahun, dipotong masa pendidikan jadi 6 bulan, sementara yang dua tahun saja belum tentu jadi apa-apa ketika keluar," katanya.

Sementara itu, Kasubbag Tata Usaha Wyata Guna Gunawan mengatakan dibatasinya waktu pelatihan ini lantaran masih ada penyandang disabilitas lain yang membutuhkan pelatihan. Bahkan, kata dia, selain di Jabar, ada 9 provinsi lain yang tengah antre untuk mendapat pelayanan pelatihan.

"Kalau tinggal di panti pantes tidak bertahun-tahun? Sedangkan ini berbatas waktu, jadi giliran. Ini ada 10 provinsi, gantian mereka daftar tunggu," kata Gunawan.


Kasi Pelayanan Rehabilitasi Sosial Wyata Guna Hisyam Cholil menambahkan pihaknya menjalankan tugas untuk rehabilitasi sosial di bawah Kemensos, bukan bidang pendidikan. Menurutnya, ada sektor lain yang bisa menangani persoalan pendidikan.

"Tugas kami rehabilitasi sosial, bukan pendidikan. Karena Kemensos adalah tugasnya rehab sosial, untuk kewenangan dibagi ada Pemerintah Kota, Pemerintah Provinsi, dan pemerintah pusat. Pendidikan adalah leading sector Kementerian Pendidikan atau dinas pendidikan. Kalau kami Kementerian Sosial yang menjalani tugas rehab sosial, sehingga rehab sosial kan berbatas waktu. Kami dibebani 10 provinsi. Artinya tidak hanya Jabar," kata dia.

Hisyam menyadari terbitnya permensos itu masih menjadi polemik. Namun dia menyebut saat ini permensos itu masih dalam tahap peralihan.


Salah satunya, kata Hisyam, Wyata Guna masih mempersilakan anak-anak SD, SMP, dan SMA menetap di Wyata Guna.

"Ini masa transisi. Kami masih memberikan kebijakan-kebijakan lanjutan pengasramaan untuk usia SD, SMP, dan SMA. Silakan cek yang dulunya penerima pelayanan kami yang sekolah di SLB apakah dikeluarkan? Dulu awal graduasi ada resistensi, kami mencari masukan para pihak, termasuk senior mereka, bahwa memang alangkah baiknya yang wajib belajar diberikan layanan sementara hingga menyelesaikan sekolah, itu kita terima. Tapi yang perguruan tinggi, kami mohon maaf, fungsi bukan pendidikan," katanya.

Seperti diketahui, Kemensos mengeluarkan Permensos Nomor 18 Tahun 2018 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis rehabilitasi sosial penyandang disabilitas di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial. Melalui permen tersebut, nomenklatur Wyata Guna yang asalnya berbentuk panti menjadi balai.

Perubahan itu berdampak terhadap pelayanan penghuni asrama yang selama ini menghuni Wyata Guna. Puluhan penyandang disabilitas netra bahkan telah diminta meninggalkan Wyata Guna sejak 21 Juli 2019.

Penyandang Disabilitas Kembali Gelar Aksi Terkait Polemik Wyata GunaFoto: Dony Indra Ramadhan/detikcom
Polemik itu ternyata tidak hanya memberi dampak negatif terhadap penghuni balai. Tapi juga terhadap SLBN A Kota Bandung, yang berada dalam satu kawasan kompleks dengan Balai Wyata Guna, yang terancam tergusur.

Apalagi surat permohonan hibah tanah dan bangunan untuk SLBN A Kota Bandung yang diajukan Gubernur Jabar ditolak oleh Menteri Sosial Agus Gumiwang. Dalam surat balasannya, Agus justru meminta agar Pemprov Jabar segera mencari lokasi pengganti dan memindahkan SLBN A Kota Bandung.
Halaman 2 dari 3
(dir/tro)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads