Soal Hukuman Mati Koruptor, Wakil Ketua MPR Serahkan ke Hakim

Soal Hukuman Mati Koruptor, Wakil Ketua MPR Serahkan ke Hakim

Rolando Fransiscus Sihombing - detikNews
Rabu, 11 Des 2019 13:19 WIB
Foto: Mochamad Zhacky Kusumo/detikcom
Jakarta - Wakil Ketua MPR Arsul Sani angkat bicara terkait wacana hukuman mati bagi koruptor. Arsul mengatakan hukuman mati bagi koruptor telah diatur di dalam UU Tipikor dan bukan menjadi hal baru.

"Tentang kemungkinan menerapkan pidana mati atau hukuman mati dalam kasus korupsi itu memang ada dasarnya di dalam UU Tipikor kita. Dalam UU Tipikor kitakan memang ada kasus korupsi tertentu yang di mana ancaman hukumannya sampai hukuman mati misalnya pada saat bencana alam, pada saat negara krisis ekonomi," kata Arsul, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

"Nah jadi soal itu bukan hal yang baru, hanya memang dalam praktek peradilan kitakan belum pernah ada terdakwa kasus korupsi yang dihukum mati yang ada baru hukuman penjara seunur hidup. Dulu waktu zaman Orba ada kasusnya Budiaji, terakhir kalau nggak salah Ketua MK Akil Mochtar," imbuhnya.

Oleh karena itu, Arsul mengatakan publik tak perlu emosional dalam menanggapi wacana hukuman mati bagi koruptor. Sebab, hukuman bagi koruptor telah diatur di dalam UU Tipikor baik hukuman mati dan tidak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tetapi kita tentu tidak boleh emosional di dalam menanggapai soal isu pidana mati, meskipun kasus korupsi itu adalah kejahatan serius, kejahatan luar biasa, karena kalau kita lihat di dalam UU Tipikor spektrum tindak pidana korupsi itu ada lebih dari 20, mana yang bisa dihukum mati, mana yang tidak, sementara ini sudah diatur di dalam UU Tipikor kita," ujarnya.

Arsul mengatakan keputusan hukuman mati lebih baik diserahkan kepada hakim karena telah diatur UU Tipikor. Namun, jika memang ingin hukuman mati dilaksanakan, perlu adanya revisi UU Tipikor.

"Tinggal kita kembali kepada hakim, tentu hakim kalau menjatuhkan itu pertama terpenuhi dulu syarat unsur yang ada di pasal misalnya di keadaaan bencana alam, dan genting," ujar Arsul.

"Yang kedua adakah kuantumnya, besaran uang yang dikorupsi, jadi ya saya kira itu. Kalau misalnya ancaman pidana mati mau diperluas, ya itu bukan menjadi hal yang tertutup, kemungkinannya. Tapi memang perlu revisi UU Tipikornya," imbuhnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengaku lebih tertarik soal memperkuat KPK dibanding ikut berbicara soal wacana hukuman mati bagi koruptor. Saut menyebut sebaiknya persoalan korupsi tidak diwarnai dengan retorika.

"Sebenarnya saya nggak terlalu tertarik bahas itu. Saya malah lebih tertarik gimana caranya kalau ada sopir truk nyogok sopir forklift di pelabuhan juga diambil gitu lo. Lo itu kan bukan kewenangan KPK? Ya iya makanya Undang-Undang KPK-nya diganti dengan yang lebih baik, terus Undang-Undang Tipikor-nya diganti," kata Saut di Anti-Corruption Learning Center (ACLC) KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (10/12).

Simak Video "Tolak Hukuman Mati Bagi Koruptor, Amnesty: Tak Manusiawi"

[Gambas:Video 20detik]

(rfs/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads