"Jadi saya ingin mengajak adik-adikku, ini juga anak-anakku yang saya cintai untuk bersama saya membedah demokrasi itu, sistemnya apa? Supaya kita paham kalau kita sedang keliru, kalau kita sedang mungkin menghancurkan demokrasi tanpa kita sadari," ujar Amien di hadapan anggota DPRD Fraksi PAN se-Indonesia di Hotel Redtop, Pecenongan, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).
Amien menjelaskan bahwa teori demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tapi bergeser ke definisi dari perusahaan besar, untuk perusahaan besar
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amien mengatakan pemerintahan yang seperti itu cenderung diatur oleh korporasi. Sehingga suara rakyatnya, lanjut Amien, jadi sekadar pelengkap penderitaan.
"Kemudian oleh korporasi karena menteri, gubernur, presiden dan lain-lain sudah diarahkan korporasi kemudian untuk siapa? Untuk korporasi, rakyatnya di mana? Ya untuk pelengkap penderita," sebut Amien.
Amien kemudian menyebutnya dengan istilah korporatokrasi. Menurutnya definisi dari istilah itu adalah semua unsur pemerintahan dikendalikan oleh korporasi atau perusahaan besar.
"Sehingga sekarang ini dikatakan yang berkuasa di muka bumi itu sebuah rezim korporatokrasi. Jadi korporatokrasi itu maaf agak kasar memegang tengkuk, apa tentara, pentagon, white house gedung putih, capital hills gedung MPR/DPR di sana. Bahkan mass media dan lain-lain itu sesungguhnya sudah dimainkan oleh korporasi. Dalam era korporatokrasi sehingga disebut sekarang ini disebut corporate state, corporate government. Corporate mass media, corporate defence dan sebagainya," ungkap dia.
Amien mencontohkan apa yang terjadi di negara demokrasi di Amerika. Menurutnya media massa yang merupakan pilar keempat demokrasi yang akan mengkritik pemerintah, juga telah dibeli oleh korporasi.
"Contoh yang ada di negara demokrasi di Amerika dikatakan mass media persuratkabaran tapi juga media elektornik dan lain-lain itu mestinya dijadikan the fourth state of democracy. Jadi ketika eksekutif dia berjalan semena-mena, legislatif tidak bisa mengkoreksi karena sudah dibeli korporasi," tutur Amien.
"Kemudian yudikatif juga bungkam karena sudah dibeli oleh kepentingan korporasi, maka media massa mestinya dijadikan the fourth state of democracy, kaki keempat, domain keempat bisa mengkoreksi, bisa mengkritik yang bengkok yang dilakukan oleh eksekutif, itu tapi ternyata media pun jadi korporat," sambung dia.
Amien mengatakan sejak dikeluarkannya piagam Magna Carta pada abad ke-13 di Inggris, media massa adalah bertugas sebagai pengawas pemerintahan. Namun akhir-akhir ini Amien menilai media malah menjaga pemerintahan.
"Dari dulu diharapkan dari magna carta sampai awal abad 20 itu mass media itu memang menjadi watch dog, jadi anjing pengawas. Jadi kalau ada maling, ada perampok, ada nggak benar itu akan menyalak kalau perlu mengigit dan lain-lain. Tapi kemudian watch dog ini tiba-tiba menjadi guard dog, bukan mengawasi kekuasan tapi malah menjaga kekuasaan," papar dia.
Amien menuturkan bahwa anjing pengawas itu berubah menjadi yang duduk di pangkuan pemiliknya. Gejala tersebut menurut Amien sudah mulai muncul di Indonesia.
"Jadi anjing yang manis di pangkuan pemiliknya bisa bahkan akhirnya menjadi circus dog, menjadi anjing sirkus, disuruh loncat, disuruh apapun mau. Nah sudah separah itu sekarang ini di asal-usulnya karena kita itu agak ada gejala yang sama," ucap Amien.
"Jadi untung masih ada media sosial, kalau media mainstream sepertinya untuk melakukan... Kalau untuk administrasi itu jagonya, serba harmonis semuanya. Tapi ini yang sedang kita alami," imbuh dia.
Halaman 2 dari 4
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini