Awalnya, Budi Antoni mengenal Muhtar Ependy saat dihubungi untuk menawarkan bantuan mengawal gugatan sengketa Pilkada Empat Lawang di MK. Muhtar Ependy dikenal Budi sebagai pengusaha atribut pilkada.
"Kalau betul-betul menang, perkara akan menang di MK. Apa yang mau diajukan di MK, saya bilang minta penghitungan ulang, beliau (Muhtar Ependy) bilang kalau itu bisa, beliau bilang Pak Akil Muchtar mau bantu yang bener-bener menang, kalau yang kalah tidak mau," kata Budi saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Budi, Muhtar Ependy terus menyakinkan dirinya bisa membantu mengawal sengketa pilkada di MK. Bahkan Muhtar Ependy memperlihatkan foto sedang berada di ruang Akil Mochtar. Saat mengurus sengketa pilkada itu, Ketua MK dijabat Akil Mochtar.
"Beliau melihatkan foto di ruangan Pak Akil, dan foto Pak Akil. Dan saya sendiri dengan pak Akil ketua MK waktu itu ingat saya pak Mahfud, ternyata Pak Akil. Di handphone beliau menunjukan foto di ruang Pak Akil," ujar dia.
Selama proses gugatan sengketa Pilkada itu, Budi menyebut ada permintaan uang Rp 10 miliar dari Muhtar Ependy. Uang tersebut sebagai bentuk tanda terima kasih untuk hakim konstitusi.
"Beliau (Muhtar Ependy) menelepon besok putusan sela buka kotak. Sore Minggu kita harus memberikan tanda terima kasih kepada hakim, lalu ada angka Rp 10 miliar itu," jelas dia.
Untuk memenuhi permintaan itu, Budi memerintahkan istrinya Suzana dan pamannya Fauzi untuk mengantar uang tersebut ke Bank Kalimantan Barat (Kalbar) untuk dititipkan Wakil Pimpinan BPD Kalimantan Barat Cabang Jakarta Iwan Sutaryadi. Penitipan uang itu atas permintaan Muhtar Ependy.
"Iya intinya situasi itu pagi-pagi saya perintahkan istri saya dan om fauzi mengantarkan uang ke Bank Kalbar jumlahnya 10 miliar pakai dua koper, koper haji umroh besar semua," katanya.
Selain uang Rp 10 miliar, Budi mengatakan Muhtar Ependy meminta uang kembali sebesar Rp 5 miliar untuk big bos. Ia menjelaskan big bos yang dimaksud Akil Mochtar.
"Setelah pembukaan kotak suara, saya menang bulan Juli 2013 juga, saya telepon beliau menanyakan kapan putusan tetapnya karena Agustus saya pelantikan. Beliau (Muhtar Ependy) menjawab saya baru kasih kabar minta tambahan untuk big bos Rp 5 miliar, mungkin big bos Akil Muchtar," tutur dia.
Uang tersebut juga dititipkan kepada Iwan Sutaryadi. Ketika itu, menurut Budi penyerahan uang itu dalam bentuk dolar.
"Diantar ke kasir bank Kalbar juga 500 ribu dolar ada tanda terima. Sebenarnya minta rupiah, tapi uang itu tabungan ibu saya, ya sudah saya pinjam," ucap dia.
Dalam perkara ini, Muhtar Ependy didakwa menerima uang suap dari mantan Wali Kota Palembang Romi Herton dan mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada. Jaksa menyebut Muhtar juga sebagai perantara suap antara Budi-Romi dengan mantan Ketua MK Akil Mochtar.
Simak Video "Mendagri Tito Ingin Minimalisir Dampak Negatif Pilkada Langsung"
(fai/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini