Bagian Pengaduan Komnas HAM Avokanti Nur mengatakan, hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM sudah diserahkan kepada Kejaksaan Agung November Tahun 2018 lalu. Namun hingga kini belum ada kepastian apakah kasus pelanggaran HAM tersebut akan ditindaklanjuti ke tahap penyidikan atau tidak.
"November tahun 2018 lalu sudah kita serahkan berkasnya. Kita masih menunggu perkembangannya. Sebab, tugas Komnas HAM hanya sampai tahap penyelidikan saja. Sementara untuk penyidikan hingga persidangan sudah menjadi tugas dan kewenangan Kejaksaan Agung," ujarnya kepada wartawan, Selasa (19/11/2019).
Untuk mengungkap dan menindaklanjuti tragedi pembantaian dukun santet ini, kata wanita yang biasa dipanggil Poppy ini, memang dibutuhkan keseriusan dari Kejaksaan Agung. Sebab, dalam berkas hasil penyelidikan Komnas HAM sudah disampaikan secara gamblang terkait bagaimana peristiwa pembantaian 'dukun santet' tersebut terjadi, serta siapa saja yang menjadi korbannya.
"Bagaimana niat kejaksaan agung untuk menindak kasus ini. Karena peristiwanya ada dan korbannya juga ada. Kita juga sudah memberikan tanda-tandanya yang mengarah kepada pelaku. Untuk pembuktian sudah menjadi tugas dari kejaksaan," imbuhnya.
Komnas HAM menduga ada pelanggaran HAM berat atas tragedi pembantaian dukun santet di Kabupaten Banyuwangi yang terjadi pada Tahun 1998 silam. Berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, pembunuhan masal terhadap 194 warga Banyuwangi yang diduga dukun santet tersebut dilakukan secara sistematis dan terencana.
"Tugas Komnas HAM hanya melakukan penyelidikan. Kita sudah merampungkannya. Kita sudah menyatakan itu (pembantaian dukun santet) pelanggaran HAM berat. Karena pembantaian tersebut dilakukan secara sistematis dan terencana," pungkasnya.
Pembantaian Banyuwangi 1998 adalah peristiwa pembantaian terhadap orang diduga melakukan praktik ilmu hitam (santet atau tenung) yang terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur pada kurun waktu Februari-September 1998. Namun hingga saat ini motif pasti dari peristiwa ini masih belum jelas.
Pembunuhan pertama terjadi pada Februari 1998 dan memuncak hingga Agustus dan September 1998. Pada kejadian pertama di bulan Februari, banyak yang menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa. Dalam artian kejadian tersebut tidak akan menimbulkan sebuah peristiwa yang merentet panjang.
Pembunuh dalam peristiwa ini adalah warga-warga sipil dan oknum asing yang disebut ninja.
Dalam kejadian ini, setelah dilakukan pendataan korban, ternyata banyak di antara para korban bukan merupakan dukun santet. Di antara para korban justru terdapat guru mengaji, dukun suwuk (penyembuh) dan tokoh-tokoh masyarakat seperti ketua RT atau RW.
Tonton Blak-blakan Ketua Komnas HAM: Problem HAM di Era Jokowi:
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini