Publik Terbelah Tanggapi Sertifikat Pranikah

Round-Up

Publik Terbelah Tanggapi Sertifikat Pranikah

Tim detikcom - detikNews
Senin, 18 Nov 2019 20:00 WIB
Ilustrasi buku nikah (Foto: dikhy sasra)
Jakarta - Publik terbelah gara-gara pemerintah melontarkan wacana para pasangan calon suami istri harus memiliki sertifikat nikah. Ada yang setuju, ada pula yang dengan tegas menolak.

Rencana untuk mengeluarkan sertifikat nikah ini awalnya disampaikan Menko PMK Muhadjir Effendy. Dia mengatakan akan mempertimbangkan kewajiban memiliki sertifikat menikah bagi pasangan yang hendak menikah. Sertifikat itu diberikan terkait edukasi kesehatan agar pasangan mantap menjalani kehidupan pascamenikah.

"Jadi sebetulnya setiap siapapun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga, terutama dalam kaitannya dengan reproduksi. Karena mereka kan akan melahirkan anak yang akan menentukan masa depan bangsa ini," kata Muhadjir di Sentul SICC, Bogor, Rabu (13/12).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Publik Terbelah Tanggapi Sertifikat Pra NikahMuhadjir Effendy (Foto: Usman Hadi/detikcom)


Muhadjir mengatakan pentingnya edukasi untuk calon pasangan yang akan menikah agar bisa mengaplikasikan pendidikan itu saat sudah menikah dan memiliki anak. Karena itu menurutnya perlu adanya sertifikasi nikah bagi para calon orang tua khususnya calon Ibu.

"Di situ lah informasi penyakit-penyakit yang berbahaya untuk anak, termasuk stunting segala itu harus diberikan. Untuk memastikan bahwa dia memang sudah cukup menguasai bidang-bidang pengetahuan yang harus dimiliki itu harus diberikan sertifikat," ucapnya.

Muhadjir menjelaskan sertifikat menikah tersebut didapatkan setelah calon suami istri mengikuti pelatihan pranikah. Namun, dia belum memaparkan detail proses untuk mendapat sertifikat itu.

"Apa perlu sertifikat atau ndak itu kan soal teknis. Yang penting bahwa mereka harus ada semacam program pembelajaran pranikah," kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (14/11/2019).

"Pokoknya dia harus ikut pelatihan atau pendidikan atau kursus apa lah namanya pranikah," imbuh dia.

Menteri Agama Fachrul Razi mendukung program kursus pranikah yang digagas Muhadjir. Menurutnya calon suami istri perlu mendapatkan nasihat-nasihat soal keluarga, kesehatan, hingga agama.

"Jadi kan sebelum orang menikah diberi beberapa nasihat-nasihat. Salah satunya masalah agama. Kemudian masalah kesehatan supaya jangan stunting. Kemudian dikasih tahu pada saat hamil apa yang harus dia lakukan. Jadi betul-betul dia melahirkan bayi-bayi yang sehat. Bayi sehat kan bukan hanya saat lahir saja mulai dari kandungan. Itu antara lain yang disampaikan," kata Fachrul di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Karena itu, menurut Fachrul, setiap pasangan yang ingin menikah wajib ditatar. Dia mengatakan, kursus tersebut nantinya akan diberikan saat pasangan tersebut mengurus surat-surat untuk menikah.

Keesokan harinya, Fachrul menyebut program itu tidak mesti ada sertifikatnya. Dia tak ingin ada anggapan jika orang yang dapat sertifikat boleh menikah sedangkan yang tidak dapat, tidak boleh menikah.



"Nggak, nggak, bukan sertifikat. Kalau kita sih... Kita nggak namakan sertifikat. Kalau sertifikat seolah-olah orang yang dapat sertifikat boleh kawin, kalau yang nggak, nggak (boleh nikah)," ujar Fachrul seusai menghadiri Malam Anugerah Konstitusi bagi Guru Pendidikan PKN Berprestasi Tingkat Nasional di Hotel Grand Sahid Jaya Hotel, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2019).

Wacana yang disampaikan Muhadjir itu juga mendapat dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun MUI meminta pemerintah memikirkan secara serius mengenai implementasi gagasan tersebut agar tidak terkesan membebani warga.

"Dari sisi idenya bagus, dari sisi implementasinya perlu dipikirkan sehingga tidak terkesan memberati dan membebani, oleh karena itu perlu dipikirkan sebaik-baiknya. Saya juga tidak ingin gara-gara itu nggak jadi kawin mereka," kata Sekjen MUI Anwar Abbas.

Anwar tak ingin kebijakan sertifikat nikah ini membuat warga takut untuk melangsungkan pernikahan. Jangan sampai, menurut Anwar, si pria dan wanita tetap berhubungan walaupun tidak ada ikatan pernikahan.

Komnas Perempuan juga mendukung wacana itu. Meski demikian, Komnas Perempuan menyoroti kurikulum dalam kursus pranikah tersebut. Pihaknya ingin kurikulum mengajarkan kesetaraan antara suami dan istri yang adil.

"Narasi yang didukung Komnas Perempuan adalah ketahanan keluarga itu penting. Dari ketahanan bangsa, tetapi isinya adalah dengan membangun sistem perkawinan yang setara, adil," jelas Komisioner Perempuan Imam Nahe'i.

Selain dukungan, wacana ini juga mendapat kritik. Misalnya dari Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto. Dia menyinggung perbedaan pendapat antara Muhadjir dan Fachrul Razi soal sertifikat nikah. Yandri menilai para menteri di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu koordinasi.

"Tadi saya baca berita Menteri Agama tidak setuju kalau sertifikat. Di antara menteri aja nggak ada koordinasi ini kelihatannya, menterinya Pak Jokowi ini. Menko PMK mengatakan perlu sertifikat dengan kursus, nah Menteri Agama sampaikan boleh kursus, tapi nggak perlu sertifikat. Saran saya, di antara menteri-menteri Pak Jokowi koordinasi yang baik dulu lah sebelum dilontarkan ke publik," kata Yandri kepada wartawan, Minggu (17/11).

Politikus PAN itu menilai ada banyak hal terkait sertifikat nikah yang perlu dikonsultasikan ke DPR. Alasannya, hal itu menyangkut hajat hidup orang banyak.

Jadi menurut saya tidak perlu terlalu buru-buru lah di-publish ke publik. Coba dikaji dulu di internal pemerintah, mudarat dan manfaatnya apa, gaduh nggak. Kalau kursusnya atau nasihat perkawinan atau pembekalan orang sebelum menikah, saya 1.000 persen setuju. Tapi kalau berujung harus mereka antara dapat atau nggak dapat sertifikat, yang mengatakan layak atau tidak layak mereka menikah, saya nggak setuju. Itu terlalu jauh negara mencampuri area private pribadi-pribadi anak bangsa," tutur Yandri.

Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily juga meminta pemerintah jangan membebani warga lewat kewajiban membuat sertifikat nikah. Prosesnya diminta tidak berbelit-belit.

"Jangan sampai ini (sertifikat menikah) memberatkan warga untuk melaksanakan pernikahan, terutama dari segi biaya. Juga jangan sampai prosedurnya berbelit-belit," ucap Ace.

Aliansi Masyarakat Adat Indonesia Nusantara (AMAN) mengkritik keras wacana kursus pranikah sebagai syarat pernikahan. AMAN menilai wacana tersebut sulit diterapkan oleh masyarakat adat.

"Kalau itu jadi syarat administrasi maka negara berkewajiban beri akta kelahiran ke anak adat yang lahir dari hasil pernikahan adat karena pernikahan adat yang belum legal secara hukum negara," Staf Divisi Pembelaan Kasus, Direktorat Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM AMAN, Tommy Indyan, di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (17/11).


Publik Terbelah Tanggapi Sertifikat Pra NikahKetua Kehormatan Presidium Inter Religious Center (IRC) Indonesia Din Syamsuddin (Foto: Faiq Hidayat/detikcom).


Tommy menilai negara mengintervensi terlalu jauh hak warga negaranya. Apalagi pernikahan adat di beberapa wilayah masih belum legal secara hukum negara. Bahkan KTP elektronik pun tidak dimiliki oleh masyarakat adat.

Kritik juga datang dari Ketua Kehormatan Presidium Inter Religious Center (IRC) Indonesia Din Syamsuddin. Dia mengaku tak setuju jika pernikahan yang sakral terlalu dicampurkan dengan urusan formalitas.

"Sertifikat janganlah hal-hal yang berdimensi sakral seperti pernikahan terlalu diikat dengan hal formal. Sudahlah hal formalnya, buku nikah. Tapi buku nikah tidak ada arti apa-apa karena hidup berkeluarga itu lebih kepada nilai, substansi. Jangan ditambah-tambah lagi," kata Din di Kantor CDCC, Jalan Warung Jati Timur Raya, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (18/11).

Din meminta pemerintah tidak terlalu memikirkan pernikahan warganya. Menurut Din, pemerintah juga perlu melihat seberapa urgensinya sertifikat nikah di lingkungan masyarakat.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads