Menanggapi hal itu, Pemkot Madiun mengancam akan memutus kontrak layanan kesehatan BPJS. Hal itu akan dilakukan jika sampai Desember nanti pihak BPJS tidak melunasi tunggakan.
"Begini, BPJS harus menyelesaikan tunggakan. Tunggakan yang kurang-lebih Rp 30 miliar atau Rp 35 miliar harus terbayar sampai Desember bulan depan. Itu harus terbayar," terang Maidi kepada wartawan di SDN 04, Kelurahan Madiun Lor, Kamis (7/11/2019).
Meski begitu, menurut Maidi, Pemkot sudah menganggarkan dana talangan untuk BPJS pada 2020. Namun, jika tunggakan tahun ini tidak dibayar oleh BPJS, Pemkot akan berpikir ulang untuk melanjutkan kerja sama tersebut.
"Tapi yang penting anggaran untuk BPJS sudah ada. Artinya, sudah dianggarkan di tahun 2020. Tapi BPJS harus menyelesaikan tunggakan. Kalau itu tidak terbayar, nanti akan menjadi perhitungan apakah kita pakai BPJS atau apakah kita nanti Jamkesmasta," paparnya.
"Rasionalnya begini, sebenarnya kalau kita itu pakai BPJS itu memang cost-nya tinggi, tapi pakai Jamkesmasta itu cost-nya rendah. Kalau kita nanti akan bayar Rp 45 miliar per tahun untuk Jamkesmasta," imbuhnya.
Maidi menambahkan, sebelum menggunakan program BPJS untuk layanan kesehatan, Pemkot memakai program Jaminan Kesehatan Masyarakat Kota (Jamkesmasta),yakni dengan anggaran hanya Rp 22 miliar.
Terlepas dari itu, menurutnya, wacana perubahan jaminan kesehatan tetap akan lebih mempertimbangkan pelayanan yang prima dan tidak menghambat. "Padahal kita ini hanya membutuhkan semua warga kita asuransikan untuk pengeluaran obat segala macam, tahun-tahun yang dulu itu hanya Rp 22 miliar," lanjutnya
"Yang penting begini, pola apa yang kita lakukan pelayanan publik harus prima. Pelayanan masyarakat tidak boleh ditunda-tunda. Kalau lewat layanan mana menghambat, tidak membawa solusi publik yang bagus, itu merugikan masyarakat, sehingga pola apa yang kita tentukan," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini