"KPU RI mengajukan standardisasi honorarium dan sudah disetujui Menteri Keuangan. Namun, persoalannya, KPU di daerah sudah tanda tangan NPHD (naskah perjanjian hibah daerah) saat disetujui Menteri sehingga KPU kabupaten saya dorong segera berkoordinasi dengan bupati," kata Ketua KPU Jateng Yulianto Sudrajat kepada wartawan setelah menjadi pembicara Evaluasi Pencalonan Anggota DPRD pada Pemilu 2019 di Klaten, Selasa (5/11/2019).
Koordinasi itu harus dilakukan agar honorarium penyelenggara Pilkada 2020 ad hoc sesuai dengan standardisasi yang sudah disetujui. Baik itu untuk panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), maupun KPPS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, KPU Jateng akan berpikir realistis karena kemampuan daerah masing-masing berbeda. Sesuai dengan aturannya, sampai saat ini pembiayaan pilkada masih dibebankan pada APBD, sehingga tergantung kemampuan daerah.
"Sebab, biayanya masih dibebankan pada APBD dan belum APBN, maka bisa jadi besaran honorarium itu nanti tetap berbeda satu dari dengan daerah lain. Disesuaikan dengan kemampuan daerah," tambahnya.
KPU Jateng sudah lama sudah ikut mendorong agar KPU RI mengusulkan ke pemerintah dan DPR agar pemilu dibiayai APBN. Harapannya, kualitas pelaksanaan lebih baik dan saat bekerja juga enak.
Secara umum, dari sisi honorarium penyelenggara Pilkada 2020 ad hoc, dari 21 kabupaten/kota masih standar meskipun ada yang turun. Demikian juga dengan anggaran di KPU daerah posisinya masih aman dengan penyesuaian itu.
"Saya yakin anggaran cukup karena sejak awal saya perintahkan anggaran yang disetujui di NPHD cukup. Kalau tidak cukup, bunuh diri namanya," tegasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini