Pengacara SMA Gonzaga, Edi Danggur, mengatakan, pada 27 Mei, pihak sekolah sudah memberi tahu bahwa anak Yustina tidak naik kelas. Setelah itu pihak orang tua langsung mengurus kepindahan sekolah.
"Kepada siswa itu diberi tahu Anda tidak naik kelas karena tidak memenuhi syarat mata pelajaran peminatan itu tidak tuntas, maka tidak naik kelas. Dia sudah terima. Lalu orang tuanya minta anaknya tidak mau tahan kelas, lalu minta pindah sekolah," kata Edi di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Edi menolak petitum Yustina, yang meminta agar keputusan terkait tidak naik kelas terhadap anaknya dinyatakan melawan hukum. Ia mengaku pihak sekolah tidak dapat menerima kembali anak Yustina ke sekolah tersebut karena sudah pindah sekolah.
"Kalau tuntutannya juga supaya anak itu kembali lagi ke sekolah Kolese Gonzaga pasti tidak mungkin juga karena surat pindah semuanya sudah keluar, dalam surat pindah itu sudah tegas dikatakan bahwa siswa yang sudah pindah sekolah tidak boleh kembali lagi ke sini. Maka, kalau tuntutannya naik kelas, pasti tidak mungkin. Kalau tuntutannya kembali lagi ke Gonzaga juga tidak mungkin," kata Edi.
Edi mengatakan salah satu alasan tidak naik kelas karena anak Yustina mendapat nilai 68 dalam pelajaran sejarah, sementara KKM-nya 75. Selain itu, perilaku anak Yustina menjadi salah satu penyebab dia tidak naik kelas.
"Misalnya pada waktu pelajaran dia makan, kemudian acara di luar sekolah dilarang bawa HP, dia bawa. Tapi itu syarat yang kaitannya dengan kelakuan. Ada syarat yang sangat objektif, yaitu soal nilai. KKM ditentukan 75, dia hanya dapat 68. (Pelanggaran disiplin) Berpengaruh tapi tidak signifikan karena yang paling signifikan adalah nilai," ujarnya.
Sementara itu, pengacara Yustina, Susanto Utama, mempertanyakan salah satu perbuatan merokok jadi alasan anak Yustina tak naik kelas.
"Yang mau saya sampaikan apakah permasalahan ngerokok itu jadi pertimbangan naik kelas? Apakah ada? Asas keseimbangan gitu loh. Hanya karena ngerokok, anak kok jadi tinggal kelas. Yang tidak naik kelas bukan hanya BB semata, tapi ada sekitar 28 anak lain yang tidak naik kelas," kata Susanto.
Yustina menggugat Kepala SMA Kolese Gonzaga, Pater Paulus Andri Astanto; Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Himawan Santanu; Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Gerardus Hadian Panomokta; dan guru Sosiologi Kelas XI, Agus Dewa Irianto. Selain itu, turut tergugat adalah Kepala Dinas Pendidikan Menengah Dan Tinggi Provinsi DKI Jakarta.
"Menyatakan keputusan para tergugat bahwa anak penggugat tidak berhak melanjutkan proses belajar ke jenjang kelas 12 SMA Kolese Gonzaga adalah cacat hukum. Menyatakan anak Penggugat memenuhi syarat dan berhak untuk melanjutkan proses belajar ke jenjang kelas 12 di SMA Kolese Gonzaga," demikian isi gugatan tersebut.
Karena merasa dirugikan, Yustina meminta ganti rugi materiil sebesar Rp 51.683.000 dan ganti rugi imateriil sebesar Rp 500.000.000.
Simak juga video "Digugat Rp 551 Juta, SMA Gonzaga Beri Penjelasan Tak Naikkan Siswanya!" :
(yld/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini