PAN Kritik Dirut BPJS Kesehatan: Terlalu Sederhanakan Masalah

PAN Kritik Dirut BPJS Kesehatan: Terlalu Sederhanakan Masalah

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Sabtu, 02 Nov 2019 15:13 WIB
Politikus PAN Saleh Daulay (Tsarina/detikcom)
Jakarta - Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay menilai pendapat Dirut BPJS Kesehatan Fachmi ldris yang membandingkan kenaikan iuran lebih murah dari harga pulsa dinilai terlalu menyederhanakan masalah. Saleh menilai kebutuhan kesehatan dan pulsa tidak sebanding.

"Itu terlalu menyederhanakan masalah. Jangan melihat masyarakat Indonesia hanya di perkotaan. Tapi lihat jugalah mereka yang ada di daerah-daerah terpencil. Jangankan beli pulsa, untuk memenuhi kebutuhan hidup saja mereka masih banyak yang kesulitan," ujar Saleh kepada wartawan, Sabtu (2/11/2019).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anggota Komisi IX DPR itu menilai kebutuhan kesehatan tidak relevan jika dibandingkan dengan pulsa. Pelayanan kesehatan, menurut Saleh, adalah kebutuhan primer, sedangkan pulsa adalah kebutuhan sekunder, bahkan tersier.

"Lagi pula, kebutuhan terhadap pulsa dan kebutuhan terhadap kesehatan sangat tidak sebanding. Kalau tidak bisa beli pulsa, orang masih bisa hidup, bisa tertawa, bisa bekerja, dan bisa beraktivitas. Tetapi, kalau tidak punya akses pada kesehatan, orang bisa susah, bisa miskin, bahkan bisa meninggal," kata Saleh.

"Karena itu, kebutuhan pada pelayanan kesehatan adalah kebutuhan primer, sedangkan kebutuhan pada pulsa adalah kebutuhan yang sangat-sangat sekunder, bahkan tersier," imbuhnya.

Menurut Saleh, pernyataan Fachmi Idris yang meminta masyarakat menabung Rp 2.000 sehari tidaklah bijak. Saleh mengatakan, faktanya, masih banyak warga yang tidak berpenghasilan cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-harinya.

"Fachmi Idris dinilai tidak bijak jika meminta masyarakat menabung Rp 2.000 setiap hari untuk menutupi iuran BPJS. Sebab, fakta menunjukkan bahwa banyak masyarakat kita yang penghasilannya tidak cukup untuk menutupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Jangankan menabung, beli beras pun sering sekali kesulitan," jelasnya.



Saleh juga menyinggung soal orang yang tidak mampu untuk mendaftar menjadi penerima bantuan iuran (PBI). Namun Saleh menyebut tidak semua orang miskin terdaftar menjadi peserta PBI.

"Mungkin akan dijawab, ya daftarin saja menjadi peserta PBI. Ada nggak jaminannya bahwa semua masyarakat kurang mampu bisa didaftar jadi peserta PBI? Tidak ada. Saya masih sering menemukan masyarakat miskin dan kurang mampu yang tidak masuk peserta PBI," lanjutnya.

Saleh mengatakan Fachmi seharusnya mencari argumen yang relevan, bukan membandingkan dengan membeli pulsa. Dengan argumen yang masuk akal, Saleh meyakini masyarakat bisa menerima kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

"Kesimpulan saya, argumen Pak Fachmi ini sangat tidak kuat. Carilah argumen lain yang lebih rasional dan masuk akal untuk membenarkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut. Dengan begitu, masyarakat bisa memiliki pemahaman yang baik dan rela menerima keputusan itu," tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi ldris berpendapat iuran yang naik masih tetap lebih murah dibandingkan harga pulsa.

"Kalau kita bicara perbandingan, lebih murah dari pulsa," kata dia di kantor pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Jumat (1/11).

Apalagi, kata dia, bila iuran BPJS Kesehatan yang naik tersebut dibayar harian, akan kelihatan keterjangkauannya. Peserta hanya perlu membayar Rp 5.000-6.000 per hari untuk kelas I, Rp 3.000-4.000 untuk kelas II, dan tidak lebih dari Rp 2.000 untuk kelas III.

"Bahwa iuran itu ada risetnya, masih terjangkau," jelasnya.
Halaman 2 dari 2
(lir/zak)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads