Mendapat interupsi itu, Risma dengan tegas membantah isu mafia perizinan di Pemkot Surabaya. Wali kota perempuan pertama Surabaya itu bahkan menyebut isu itu merupakan fitnah semata. Sebab segala perizinan dilakukan secara online.
Imam juga menyebut, pejabat Pemkot Surabaya saat ini sering turun ke bawah menemui rakyat sebagai pencitraan dengan mendompleng program-program yang dibiayai APBD. Ia menilai, tindakan itu sebagai upaya untuk meraih simpati menjelang Pilwali 2020.
"Kita tidak ingin program-program yang dibiayai APBD itu dipakai untuk kepentingan kontestasi calon terutama yang sekarang ini misalnya lagi menjabat di Pemkot Surabaya. Maksudnya itu, jangan sampai seperti itu. Karena sekarang banyak yang sudah mulai ngatur-ngatur bahkan pemilihan RT/RW. Nah, kita tidak ingin seperti itu yang kita sampaikan," kata Imam kepada detikcom, Jumat (1/11/2019).
"Kemarin dalam pandangan umum dalam fraksi Demokrat-Nasdem kita sampaikan termasuk kemarin juga pandangan fraksi Golkar juga menyampaikan itu. Tapi tadi ketika jawaban atas pandangan umum fraksi, Bu Wali belum menjawab yang kita sampaikan kemarin," tambah anggota Komisi A itu.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono mengatakan, gaya Risma yang sering turun ke bawah saat ini memang banyak menginspirasi sejumlah pejabat di pemkot. Sebab, dari bawah lah berbagai program muncul.
"Wali Kota Risma siapa pun tahu, sangat dicintai rakyat Surabaya. Itu karena Bu Risma sering turun ke lapangan. Bertemu rakyat. Dan ia tahu keadaan di masyarakat, dengan mata kepala sendiri. Dari sana, lahirlah kebijakan-kebijakan pro-rakyat," kata pria yang juga Ketua DPC PDIP Surabaya itu.
"Style itu menginspirasi pejabat-pejabat di Pemerintah Kota. Mereka pun rajin turun lapangan, meniru jejak Bu Risma. Bahkan, pejabat di level kelurahan dan kecamatan, pemkot, rajin turun ke warga," tambahnya.
Menurut pria yang akrab disapa Awi itu, sudah tidak zamannya pejabat hanya duduk di belakang meja dan hanya menerima laporan dari bawahan semata. Untuk itu, ia memaklumi jika gaya Risma dan pejabat pemkot kemudian mendapat serangan dari politisi di DPRD Surabaya.
"Saya rasa, di Kota Surabaya, sekarang tidak zamannya pejabat duduk di balik meja. Apalagi sekedar menerima laporan 'ABS' dari bawahan. Kebetulan saat menjelang Pilkada Surabaya September 2020. Sehingga gaya seperti itu membuat gerah beberapa politisi. Lantas, dikaitkan dengan pencitraan Pilkada. Memanfaatkan APBD, dan macam-macam," pungkas Awi.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini